Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Unjuk Rasa Iran Memanas, Harga Minyak WTI Masih Stabil

Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) berada di kisaran level tertingginya dalam 30 bulan pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), meski aksi unjuk rasa di Iran tak mampu menghambat suplai dari salah satu produsen minyak terbesar OPEC tersebut.
Minyak WTI/Reuters
Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) berada di kisaran level tertingginya dalam 30 bulan pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), meski ditutup turun tipis.

Aksi unjuk rasa di Iran tak mampu menghambat suplai dari salah satu produsen minyak terbesar OPEC tersebut, sehingga harga minyak tetap stabil.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari berakhir turun 0,1% atau 5 sen di US$60,37 per barel di New York Mercantile Exchange. Bahkan, pada awal perdagangan, kontrak WTI mampu menyentuh US$60,74, level intraday tertinggi sejak Juni 2015.

Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Maret ditutup turun 30 sen di US$66,57 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London. Minyak mentah acuan global tersebut naik sekitar 18% tahun lalu untuk kenaikan tahunan kedua.

Menurut data yang dihimpun Bloomberg, bahkan saat bentrokan antara pasukan keamanan dan pemrotes di Iran menimbulkan korban jiwa, ekspor minyak negara tersebut belum terpengaruh.

“Pasar ingin melihat apakah ketegangan [di Iran] dapat menyebabkan gangguan,” kata Phil Flynn, senior market analyst di Price Futures Group, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (3/1/2018).

Harga minyak di New York tahun lalu naik ditopang langkah Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sejumlah negara non OPEC memangkas pasokan. Produksi minyak mentah AS juga tergelincir dari rekor tertinggi, dengan produksi mingguan turun hingga 22 Desember untuk pertama kalinya sejak pertengahan Oktober. Gangguan terhadap pasokan Iran oleh karenanya akan menjadi kejutan signifikan bagi pasar.

“Saya tidak akan terkejut jika hasil dari krisis saat ini pada akhirnya akan negatif bagi harga minyak,” kata Eugen Weinberg, kepala riset komoditas di Commerzbank AG di Frankfurt.

“Jika aksi unjuk rasa menyebabkan perubahan rezim, mungkin akan menarik investasi baru yang besar dan menghasilkan output yang lebih tinggi,” lanjutnya.

Di bawah kondisi saat ini, harga minyak tahun ini mungkin masih akan berkisar antara US$40-US$60 per barel, menurut Moody's Investors Service. Harga akan dipengaruhi produksi minyak shale AS, persediaan global yang menurun namun masih tinggi, serta terkikisnya tingkat kepatuhan atas komitmen pemangkasan output OPEC.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper