Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Selidiki Antidumping, Aluminium Terkoreksi

Amerika Serikat melalui Departemen Perdagangan AS/ U.S Department of Commerce (USDOC) memulai melakukan penyelidikan antidumping dan antisubsidi mengenai impor aluminium dari China.

Bisnis.com, JAKARTA – Amerika Serikat melalui Departemen Perdagangan AS, memulai melakukan penyelidikan antidumping dan antisubsidi mengenai impor aluminium dari China.

Analis Central Capital Futures Wahyu T. Laksono dalam menanggapi isu tersebut mengatakan bahwa harga aluminium Shanghai turun 1,7% pasca pemerintah AS meluncurkan tindakan perdagangan baru yang agresif (antidumping) melawan China pada Selasa (28/11).

Sebagai informasi, China merupakan negara produsen aluminium olahan terbesar di dunia, sementara AS merupakan konsumen aluminium terbesar kedua secara global yang sebagian besar diimpor dari China.

Namun menurut Wahyu, harga aluminium nantinya akan mengalami kenaikan hingga akhir tahun kendati sampai saat ini belum diketahui terkait respon dari China berkaitan dengan penyelidikan tersebut. Menurutnya, Kebijakan antidumping yang dilakukan oleh AS pada ujungnya akan membuat harga aluminium akan terus naik dan akan berada pada level konsolidasi US$2.000 per ton.

“Pasalnya, terdapat tiga kemungkinan yang ujungnya akan memicu kenaikan harga, yakni kebijakan China dalam mengurangi suplai, atau mencari pasar baru, dan atau memasukkan beban ke dalam harga,” kata Wahyu kepada Bisnis, Rabu (29/11).

Terpantau pada perdagangan Kamis (30/11) pukul 09.50 WIB, harga aluminium terkoreksi 34,50 poin atau 1,64% menjadi US$1.068 per ton. Sepanjang tahun harga telah tumbuh lebih dari 24%. 

Penyelidikan yang diambil USDOC merupakan sebuah langkah yang tidak biasa mengingat tindakan tersebut pertama kalinya dilakukan sejak 1985.

Tujuannya, mempercepat pemberlakuan bea masuk untuk barang-barang yang disubsidi dengan tidak adil dan dijual dengan harga yang murah di Amerika Serikat.

Sekretaris USDOC Wilbur Ross mengatakan bahwa penyelidikan ini sejalan dengan janji Presiden AS Donald Trump terkait kebijakannya dalam berkontribusi terhadap hilangnya pekerjaan manufaktur di AS.

“Presiden Trump menjelaskan bahwa praktik perdagangan yang tidak adil tidak akan ditolerir, dan saat ini kami mengambil satu langkah lagi dalam memenuhi janji itu,” kata Ross.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Eva Rianti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper