Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Analis Wall Street Soroti Rusia Jelang Pertemuan OPEC di Wina

Isu terkait Rusia diperkirakan berpotensi menyebabkan keresahan pada pasar minyak seiring dengan digelarnya pertemuan OPEC di Wina pada Kamis pekan ini (30/11).

Bisnis.com, JAKARTA – Isu terkait Rusia diperkirakan berpotensi menyebabkan keresahan pada pasar minyak seiring dengan digelarnya pertemuan OPEC di Wina pada Kamis pekan ini (30/11).

Menurut pakar strategi komoditas Wall Street dari RBC Capital Markets, Helima Croft, ada kemungkinan bahwa Rusia tidak akan menyetujui pemangkasan produksi sebesar 1,8 juta barel per hari (bph) untuk semua negara produsen pada tahun 2018.

Sejumlah perusahaan minyak besar Rusia diketahui telah mengungkapkan ketidaksenangan mereka tentang rencana perpanjangan kesepakatan tersebut hingga melampaui batas yang ditetapkan pada Maret 2018.

“Jika Rusia tidak bersedia untuk kembali ikut serta memperpanjang upaya pemangkasan, pasar khawatir akan mendapatkan sesuatu yang lebih pendek dari yang diantisipasi,” ujar Croft, seperti dikutip dari laman CNBC, Senin (27/11/2017).

Komentarnya terkait pasar minyak global muncul setelah harga minyak mentah AS mencapai US$58 per barel pekan lalu untuk pertama kalinya sejak 2015.

Meski mengalami kenaikan 8% sepanjang tahun ini, harga minyak WTI telah turun lebih dari 40% selama sepuluh tahun terakhir.

“Dari perspektif harga, sebagian dari risiko benar-benar cenderung mengarah negatif karena jika kita tidak mendapatkan perpanjangan penuh untuk semua negara produsen pada tahun 2018, saya pikir pasar ini dapat mengalami penjualan yang serupa dengan apa yang terjadi pada bulan Mei, ketika pernyataan yang keluar dari OPEC tidak mencapai konsensus dan harapan pasar,” lanjut Croft.

Saat itu, harga minyak mentah turun 2%, meski kemudian telah rebound sebesar 20%.

Meski ia yakin ada lebih banyak risiko penurunan di pasar minyak saat ini, ada satu hal yang secara khusus bisa mengangkat harga.

Ia juga mencermati kondisi di Venezuela, saat perusahaan minyaknya telah berada di ambang default.

“Saya kira ketidakpastian yang besar untuk kuartal 1 [2018] adalah mengenai akan apa yang terjadi pada negara seperti Venezuela. Apakah kita benar-benar mulai melihat penurunan jumlah barel yang lebih cepat di pasar minyak? Ini bisa menjadi salah satu pendorong kenaikan terbesar,” tambahnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper