Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Irak-Kurdistan Bergolak, Produksi Minyak OPEC Turun

Pergolakan di Irak antara wilayah semi-otonom di utara Kurdistan dan pemerintah pusat di Baghdad membebani produksi OPEC bulan lalu.
Ilustrasi Facebook./Bloomberg
Ilustrasi Facebook./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Pergolakan di Irak antara wilayah semi-otonom di utara Kurdistan dan pemerintah pusat di Baghdad membebani produksi OPEC bulan lalu.

Berdasarkan survei Bloomberg News terhadap analis, perusahaan minyak, dan data pelacakan kapal, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memompa 180.000 barel per hari lebih rendah pada bulan Oktober dibandingkan dengan September.

Secara keseluruhan, produksi OPEC turun menjadi 32,59 juta barel per hari.

Dilansir Bloomberg, Kamis (2/11/2017), produksi di Irak, yang terdampak meningkatnya ketegangan menyusul referendum kemerdekaan di wilayah semi-otonom Kurdistan, mengalami penurunan terbesar di antara negara-negara anggota OPEC.

Operasi minyak dihentikan di beberapa ladang Kirkuk di utara negara tersebut. Wilayah ini sendiri diklaim oleh warga Kurdi dan pemerintah federal sebagai wilayah yang kaya minyak.

Irak, produsen terbesar kedua dalam OPEC, mencatat penurunan produksi harian sebesar 120.000 barel per hari menjadi 4,35 juta barel. Pada tingkat produksi tersebut, Irak untuk pertama kalinya 100% memenuhi targetnya berdasarkan kesepakatan OPEC yang dimulai pada 1 Januari.

Di sisi lain, letegangan di Irak telah berkontribusi pada reli harga minyak, dengan harga minyak acuan Brent mencapai US$60 per barel bulan lalu untuk pertama kalinya sejak Juli 2015.

Survei juga menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan 12 anggota OPEC yang setuju untuk membatasi pasokan mereka meningkat menjadi 104% pada bulan Oktober dari 82% pada bulan sebelumnya. Dua anggota OPEC lainnya yakni Nigeria dan Libya dibebaskan dari upaya pemangkasan karena alasan pemulihan.

Para menteri urusan minyak dari negara-negara OPEC serta sejumlah negara non-OPEC termasuk Rusia dijadwalkan akan bertemu pada 30 November di Wina untuk memutuskan apakah akan memperpanjang kesepakatan untuk membatasi produksi hingga melebihi Maret 2018.

Langkah tersebut telah mendapat dukungan dari produsen terbesar OPEC yakni Arab Saudi. Pekan lalu Putra Mahkota Mohammed bin Salman menyatakan mendukung opsi semacam itu. Menurut survei, Arab Saudi memompa 10,01 juta barel per hari bulan lalu, sedikit berubah dari bulan September.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper