Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPEC: Level US$50 - US$55 Dianggap Lebih Aman

Sejumlah anggota OPEC menganggap harga minyak Brent lebih aman bergerak level US$50 - US$55 per barel untuk mencegah lonjakan produksi dari Amerika Serikat.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah anggota OPEC menganggap harga minyak Brent lebih aman bergerak level US$50—US$55 per barel untuk mencegah lonjakan produksi dari Amerika Serikat.

Pada perdagangan Jumat (29/9/2017) pukul 17.20 WIB, harga minyak Brent kontrak November 2017 naik 0,17 poin atau 0,30% menuju US$57,58 per barel. Harga naik 1,34% sepanjang tahun berjalan.

Dalam waktu yang sama, harga minyak WTI naik 0,10 poin atau 0,19% menjadi US$51,66 per barel. Harga masih merosot 3,82% sepanjang 2017.

Seperti dikutip dari Reuters, salah satu sumber OPEC mengungkapkan, memanasnya harga minyak dalam waktu dekat dipicu oleh realisasi pemangkasan produksi antara organisasi dan sejumlah negara produsen lainnya.

OPEC dan non-OPEC sepakat memangkas pasokan baru sebesar 1,8 juta barel per hari (bph) pada Januari 2017—Maret 2018. Pada Agustus 2017, realisasi perjanjian ini di lapangan mencapai 116%, atau melampaui target.

Harga juga mendapat sentimen positif dari rencana Turki menahan ekspor dari wilayah Kurdi, Irak, karena masyarakat Kurdistan melakukan referendum pada Senin (25/9). Bila benar direalisasikan, jumlah pasokan minyak yang terhambat diekspor mencapai 500.000 bph.

Namun demikian, sambung sumber OPEC, reli harga mungkin tidak akan berlangsung lama karena proyeksi pertumbuhan produksi. Oleh karena itu, pergerakan nilai jual di level US$50—US$55 per barel dianggap lebih aman.

“Saya pikir harga di kisaran US$50—US$55 per barel bagus. Anda mungkin tidak ingin melihat harga naik menjadi US$60 atau lebih tinggi, karena produksi minyak shale akan meningkat kembali,” paparnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (29/9).

Produksi minyak shale mengacu kepada jenis komoditas yang dihasilkan oleh Amerika Serikat. AS   merupakan produsen minyak ketiga terbesar di dunia, setelah Rusia dan Arab Saudi, yang memompa 9,3 juta bph pada 2017.

Mengutip data U.S. Energy Information Administration (EIA) produksi AS bakal melesat menjadi 9,9 juta bph pada 2018. Dalam 10 bulan pertama 2017, grafik pasokan minyak AS terus mengalami peningkatan.

Kekhawatiran Permintaan
Sementara itu, sumber OPEC lainnya menyampaikan, pada kuartal I/2018 dikhawatirkan terjadi pelemahan permintaan minyak mentah, sedangkan volume pasokan semakin membesar. Oleh karena itu, harga berbalik cenderung tertekan setelah musim dingin.

Momen musim dingin di belahan bumi bagian utara memang meningkatkan prospek peningkatan permintaan komoditas energi dan berkurangnya produksi. Sentimen ini secara historis mengangkat harga pada akhir tahun dan awal tahun berikutnya.

Menurut sumber tersebut, prospek melemahnya permintaan cukup membingungkan anggota OPEC mengenai rencana perpanjangan pemangkasan produksi ke depan. Pasalnya, pelaku pasar berharap OPEC dan non-OPEC melakukan penambahan masa pemangkasan pasokan harian dari penetapan sebelumnya pada Maret 2018.

“Pemangkasan produksi memang akan diperpanjang, tetapi yang menjadi masalah baru kapan waktu pengumumannya. Apakah November, atau menunggu pada Januari. Kita perlu melihat efeknya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper