Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks S&P 500 Naik, Bursa Asia Berpotensi Menguat

Pergerakan sejumlah bursa saham di Asia diindikasikan akan menguat pada awal perdagangan hari ini (Selasa, 22/8/2017), menyusul sesi perdagangan di bursa Amerika Serikat (AS) serta komentar dari pendiri Bridgewater.
Bursa Asia MSCI/Reuters
Bursa Asia MSCI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan sejumlah bursa saham di Asia diindikasikan akan menguat pada awal perdagangan hari ini (Selasa, 22/8/2017), menyusul sesi perdagangan di bursa Amerika Serikat (AS) serta komentar dari pendiri Bridgewater.

Indeks saham Jepang berpotensi naik bersama dengan kontrak di Australia, Korea Selatan, dan Hong Kong setelah indeks S&P 500 menghentikan penurunannya selama dua hari.

Pada perdagangan Senin (21/8), indeks S&P 500 berakhir naik 0,12% atau 2,82 poin di posisi 2.428,37.

Volume perdagangan mencapai sekitar 15% di bawah rata-rata 30 hari pada hari ketika gerhana matahari total pertama yang menyapu AS dalam 99 tahun menjadi sorotan utama.

Ray Dalio, pendiri Bridgewater, salah satu hedge fund terbesar di dunia, mengatakan sementara dia secara taktis mengurangi risiko ada kekhawatiran tentang berkembangnya konflik internal dan eksternal yang menyebabkan terganggunya efisiensi pemerintah.

Fokus pasar saat ini tertuju pada pertemuan tahunan para bankir sentral global yang diselenggarakan oleh Kansas City Fed di Jackson Hole. Negara-negara ekonomi maju bergulat dengan berakhirnya langkah pelonggaran moneter yang telah terjadi bertahun-tahun, bahkan ketika inflasi yang lesu menyuramkan prospek tersebut.

Gubernur bank sentral AS The Federal Reserve Janet Yellen dan Gubernur European Central Bank Mario Draghi direncanakan turut hadir dalam agenda yang akan dimulai Kamis pekan ini tersebut.

“Acara penting pekan ini adalah forum kebijakan bank sentral global di Jackson Hole yang dimulai pada hari Kamis," jelas sejumlah pakar strategi Citigroup Inc. dalam risetnya, seperti dikutip dari Bloomberg.

“Sorotan pasar kemungkinan akan fokus pada Yellen, mengingat kondisi inflasi AS umumnya rendah serta kemungkinan pengurangan neraca The Fed yang berlangsung relatif cepat,” lanjutnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper