Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komoditas Emas: Pasar Beralih ke Aset Berisiko

Harga emas masih dalam tekanan seiring dengan beralihnya selera pasar kepada aset-aset berisiko.
Harga emas berjangka naik di Divisi COMEX New York Mercantile Exchange./Antara
Harga emas berjangka naik di Divisi COMEX New York Mercantile Exchange./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas masih dalam tekanan seiring dengan beralihnya selera pasar kepada aset-aset berisiko.

Pada perdagangan Kamis (27/4/2017) pukul 17:41 WIB, harga emas gold spot turun 4,61 poin atau 0,41% menjadi US$1.264,01 per troy ounce (Rp540.455,87 per gram).

Sepanjang tahun berjalan, harga emas menguning 10,15%. Tahun lalu, harga bertumbuh 8,14% dan ditutup di level US$1.147,50 per troy ounce pada akhir Desember 2016.

Analis PT Monex Investindo Futures Putu Agus Pransuamitra mengatakan harga emas cenderung melemah sejak awal pekan ini akibat meningkatnya selera pasar terhadap aset-aset berisiko, seperti bursa saham.

Menurunnya permintaan aset haven ini terjadi setelah meredanya kecemasan geopolitik. Salah satunya, kecemasan pasar terhadap pemilihan umum presiden di Prancis tahap pertama yang kini meredup.

"Kecenderungan harga emas saat ini masih turun karena faktor pulihnya aset-aset berisiko seperti bursa saham. Makanya bursa saham global cenderung menguat," tutur Putu saat dihubungi Bisnis, Kamis (27/4/2017).

Sentimen investor yang beralih ke aset-aset berisiko juga masih dominan dibandingkan dengan faktor kekecewaan terhadap proposal pemangkasan pajak AS yang diusung Presiden Donald Trump. Pada Rabu (26/4/2017) waktu setempat atau Kamis (27/4) pukul 00:30 WIB, Trump menyampaikan rencana kebijakannya bersama dengan Menteri keuangan Steven Mnuchin dan Direktur Ekonomi Nasional Gary Chon.

Trump mengajukan usulan pengurangan pajak pendapatan dari perusahaan publik menjadi 15% dari sebelumnya 35%. Sementara, perusahaan multinasional akan membayar pajak dari luar negeri sebesar 10% dari saat ini sebesar 35%. 

Menurut Putu, informasi yang disampaikan Trump belum memuaskan pasar, karena tidak ada penjabaran program secara merinci. Sentimen tersebut membuat dolar AS melemah.

Pada perdagangan Kamis (27/4/2017) pukul 17:19 WIB, indeks dolar AS terkoreksi 0,057 poin atau 0,06% menuju 98,988. Sepanjang tahun berjalan, indeks terkoreksi 3,15%.

"Kekecewaan pasar terhadap reformasi pajak Trump yang melemahkan dolar AS belum cukup mengangkat emas," ujarnya.

Sentimen AS lain yang menjadi perhatian investor emas adalah rilis data pertumbuhan domestik bruto (PDB) AS periode kuartal I/2017 kategori advance pada Jumat (28/4). Menurut konsensus, angka PDB diperkirakan turun menjadi 1,3% dari kuartal IV/2016 sebesar 2,1%. 

Faktor lain yang menjadi perhatian investor adalah pengajuan rancangan anggaran pemerintah AS kepada parlemen, sekaligus 100 hari kepemimpinan Trump pada Jumat (28/4) atau Sabtu (29/4) WIB. Bila kongres menolak rancangan tersebut, harga emas berpeluang melejit, sedangkan penerimaan parlemen dapat membuat batu kuning kian mengusam.

Oleh karena itu, sambung Putu, proyeksi harga pada pekan depan cenderung bergerak dalam rentang yang lebar, yakni US$1.235-US$1.300 per troy ounce.

"Jika parlemen menolak rancangan anggaram, seperti yang pernah terjadi pada pemerintahan Obama dulu, harga emas bisa langsung melonjak ke US$1.300 per troy ounce," paparnya. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper