Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nantikan Pelantikan Trump, Dolar Berpeluang Melemah

Mata uang dolar AS berpotensi mengalami pelemahan menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2017. Pasar masih menunggu proyeksi penerapan kebijakan sang pemimpin anyar dan arah keputusan Federal Reserve.
Gambar mata uang dolar Amerika Serikat/REUTERS-Thomas Mukoya
Gambar mata uang dolar Amerika Serikat/REUTERS-Thomas Mukoya

Bisnis.com, JAKARTA--Mata uang dolar AS berpotensi mengalami pelemahan menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2017. Pasar masih menunggu proyeksi penerapan kebijakan sang pemimpin anyar dan arah keputusan Federal Reserve.

Pada perdagangan Kamis (12/1) pukul 18:00 WIB, dolar AS terpantau melemah terhadap seluruh mata uang anggota G-10. Indeks dolar terkoreksi 0,63% atau 0,64 poin menuju 101,4.

Yen menjadi penikmat terbesar pemerosotan greenback dengan penguatan sebesar 1,21 poin atau 1,05% menuju 114,2 per dolar AS. Ini merupakan level tertinggi mata uang Negeri Sakura sejak 8 Desember 2016.

Research & Analyst PT Monex Investindo Futures Yulia Safrina mengatakan, dalam waktu dekat dolar mengalami pelemahan akibat berkurangnya selera investor menyusul konferensi perdana Trump sebagai orang nomor satu AS, pada Rabu (11/1) waktu setempat.

Pasar merespon negatif karena Trump tidak menyampaikan secara detail penerapan kebijakan fiskal dari pemerintah baru maupun proyeksi perekonomian Paman Sam. Alhasil, pasar mengkalkulasi ulang potensi pertumbuhan ekonomi AS.

Menurut Yulia, sinyal pelemahan dolar AS sudah dimulai pada awal 2017, karena faktor reli yang sudah terlalu tinggi pada akhir tahun lalu. Namun, belakangan tidak hanya faktor teknikal yang menekan kinerja dolar, melainkan juga fundamental perekonomian.

Data resmi pertama muncul dari Federal Open Market Commite (FOMC) Minutes tanggal 13-14 Desember 2016 yang dilansir Rabu (4/1) yang menyebutkan pertumbuhan domestik bruto (PDB) AS 2017 sebesar 2,1%, tumbuh tipis dari 2016 sebesar 1,9%. Angka tersebut jauh di bawah target Presiden AS Donald Trump yang mengatakan PDB Paman Sam akan tumbuh 4% pada tahun ayam api.

"Hasil FOMC Minutes sudah menunjukkan kehati-hatian The Fed terhadap proyeksi peningkatan suku bunga AS. Kemudian kebijakan perekonomian Trump membuat investor ragu terhadap dolar," ujarnya saat dihubungi, Kamis (12/1/2017).

Dalam FOMC Desember 2016, Fed Fund Rate (FFR) naik 25 basis poin menjadi 0,5%-0,75%. Bank Sentral juga merencanakan pengerekan suku bunga secara bertahap sebanyak tiga kali pada 2017.

Sentimen tersebut membuat dolar mengalami periode bullish dan menyentuh level tertinggi pada 28 Desember 2016 di posisi 103,3. Ini merupakan level tertinggi sejak September 2002.

Namun, optmisme terhadap dolar kini perlahan memudar. Yulia menuturkan, sejumlah sentimen yang memengaruhi greenback dalam waktu dekat ialah klaim pengangguran mingguan dan pidato Gubernur The Fed Janet Yellen pada Kamis (12/1) waktu setempat.

Konsensus mengestimasi klaim pengangguran naik menjadi 266.000 dari pekan sebelumnya 235.000. Bila hasil konsensus terealisasi, maka dolar kembali terpukul.

Faktor yang lebih kuat datang dari pidato Yellen, dimana pasar menantikan proyeksi kejelasan pengerekan suku bunga The Fed dan proyeksi ekonomi AS. Menurut Yulia, jika penyampaian Yellen senada dengan FOMC Minutes, maka sentimen negatif menyelimuti dolar AS.

Sentimen positif berpeluang datang pada Jumat (13/1) waktu setempat setelah rilis data penjualan ritel bulanan dan indeks konsumen. Pasalnya, kemampuan belanja konsumen menjadi motor utama terhadap perekonomian Paman Sam.

Dolar berpotensi masih sensitif bahkan berpotensi melemah menjelang inagurasi Trump sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2017. Sampai saat itu, indeks diprediksi bergerak dalam rentang 100-103,82. Namun, jika optimisme pasar kembali, peluang menembus 103,82 yang juga merupakan level tertinggi baru pada 2017, dapat terjadi.

"Pelemahan dolar bisa sampai kepada inagurasi [Donald Trump]. Ini menjadi babak selanjutnya bagi pasar melihat bagaimana penerapan kebijakan Trump," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper