Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Pertemuan Negara Produsen, Harga Minyak Memanas

Harga minyak mentah kian memanas seiring dengan rencana pertemuan untuk membahas pemangkasan produksi antara OPEC dengan negara non anggota padaSabtu (10/12/2016) di Wina, Austria.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--Harga minyak mentah kian memanas seiring dengan rencana pertemuan untuk membahas pemangkasan produksi antara OPEC dengan negara non anggota padaSabtu (10/12/2016) di Wina, Austria.

Pada perdagangan Jumat (9/12) pukul 18:58 WIB harga minyak WTI kontrak Januari 2017 berada di posisi US$51,24 per barel, naik 0,41 poin atau 0,81%. Sementara minyak Brent kontrak Februari 2017 bertengger di US$54,14 per barel, meningkat 0,24 poin atau 0,45%.

Dalam rapat OPEC di Wina, Austria, organisasi memutuskan pemangkasan produksi sebesar 1,2 juta barel per hari menjadi 32,5 juta barel per hari mulai awal 2017. Pasar menyambut baik rencana ini sehingga melejitkan harga.

Giovanni Staunovo, analis UBS Group AG, menyampaikan setelah ada kesepatan OPEC, negara non anggota seperti Rusia diperkirakan bakal memenuhi janjinya untuk memangkas produksi sebanyak 300.000 barel per hari. Rapat OPEC dan produsen lainnya akan dilakukan Sabtu (10/12/2016).

Sembilan negara non-OPEC diperkirakan akan menghadiri pertemuan tersebut. Sebelumnya, OPEC menginginkan agar produsen minyak di luar anggota dapat memangkas suplai baru sebanyak 600.000 barel per hari.

"Meskipun kita masih harus melacak sampai Januari untuk melihat implementasi kesepakatan, harapan pemangkasan produksi sudah disambut baik oleh pasar," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (9/12/2016).

Wahyu Tribowo Laksono, Analis Central Capital Futures, mengatakan saat ini yang perlu diperhatikan adalah negara mana saja yang akan melakukan pembatasan produksi minyak dan berapa banyak yang akan dikurangi dari tiap-tiap negara. Menurutnya, negara produsen minyak pun tidak ingin kekurangan pangsa pasar.

Dalam jangka menengah, harga minyak mentah akan bergerak dalam kisaran US$50--US$60 per barel. Adapun dalam jangka pendek level US$52 dan US$53,7 per barel menjadi target berikutnya.

"Minyak masih mengalami tren bullish," ujarnya kepada Bisnis.com, Jumat (9/12/2016).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper