Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja TPIA Positif, Diprediksi Bertahan hingga Akhir 2016

PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. membukukan laba bersih US$35,4 juta pada kuartal I/2016, lebih besar hampir 13 kali lipat dari periode yang sama tahun lalu US$2,8 juta.

Bisnis.com, JAKARTA-PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. membukukan laba bersih US$35,4 juta pada kuartal I/2016, lebih besar hampir 13 kali lipat dari periode yang sama tahun lalu US$2,8 juta. Raihan positif tersebut diiperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun ini.

Merujuk laporan keuangan perseroan bersandi saham TPIA tersebut, laba bersih kuartal I/2016 pun lebih besar hampir 33 kali lipat dari raihan periode yang sama pada 2014 yang sebesar US$1,08 juta.

Padahal, penjualan bersih perseroan pada tri wulan pertama tahun ini hanya naik tipis sekitar 0,3% menjadi US$358,9 juta dari US$357,9 juta pada kurun waktu yang sama tahun lalu. Penjualan bersih pada kuartal pertama tahun ini pun jauh lebih kecil dari raihan periode yang sama 2014 yaitu sebesar US$641,72 juta.

Alfred Nainggolan, analis PT Koneksi Capital, mengatakan TPIA merupakan emiten manufaktur yang besar margin keuntungannya sangat bergantung pada biaya bahan baku. Menurut dia, di awal tahun ini TPIA berhasil memanfaatkan momentum anjloknya minyak dunia.

Ekpektasi saya bisnis di petrochemical biaya produksi banyak berasal dari minyak, ketika harga minyak turun biaya produksi jadi murah. Efisiensi biaya produksi menjadi faktor utama,” katanya kepada Bisnis, Rabu (27/4).

Seperti diketahui, harga minyak dunia sempat berada di bawah US$30 per barel pada kuartal I/2016. Meski pada kuartal II/2016 harga minyak kembali naik mencapai kisaran US$35 hingga US$40, lanjut Alfred, secara rerata harganya tahun ini diperkirakan 25% hingga 30% lebih rendah dari 2015.

Hal itu dinilainya akan membuat perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia tersebut dapat mempertahankan margin yang besar hingga akhir tahun meski penjualan tumbuh tidak terlalu tinggi. Peluang tersebut pun bisa semakin kuat karena TPIA besar kemungkinan sudah membeli bahan baku dalam kapasitas besar saat harga minyak anjlok.

Di sisi lain, Alfred menyebut kinerja TPIA diuntungkan rupiah yang lemah terhadap dolar Amerika Serikat. Sebabnya, TPIA  adalah pemain global. Pada kuartal I/2016 secara year on year rupiah melemah 6,7%. Selain itu, TPIA pun diuntungkan paket kebijakan ekonomi pemerintah di sektor logistik yang dinilai memotong beban usaha.

“Akan tetapi yang utama mendongkrak laba terkait dengan bahan baku. Nilai tukar mata uang dan regulasi pemerintah jadi pendukung,” imbuhnya.

Meski laba perseroan bertumbuh signifikan, lanjut dia, harga saham TPIA akan cenderung flat di kisaran Rp5.000 hingga Rp5.600. Sebabnya, investor masih awam dengan industri petrokimia terlebih pihak perseroan kurang mensosialisasikan produk di sektor tersebut.

Sementara itu, dalam keterangan resminya, Direktur TPIA Suryandi mengatakan kinerja yang kuat pada kuartal pertama 2016 disokong oleh kenaikan pada marjin petrokimia dan kapasitas yang lebih besar pasca ekspansi cracker ethylene. Dia mencatat, laba kotor perseroan meningkat 273% menjadi US$62,5 juta dari US$16,7 juta.

Alhasil, marjin laba kotor hampir naik empat kali lipat dari 4,7% menjadi 17,4% yang mencerminkan marjin petrokimia yang kuat. Hal itu terbantu pula oleh biaya bahan baku yang lebih rendah, terutama Naphtha yang mengikuti harga minyak mentah.

Ditambah dengan volume penjualan yang lebih tinggi sekitar 24% year on year dari 364KT menjadi 451KT,” paparnya.

Sebelumnya, kapasitas produksi TPIA tahun ini bertambah hingga 43% setelah melakukan ekspansi sepanjang akhir tahun lalu. Jika dirinci, ekspansi kapasitas produksi TPIA meliputi ethylene dari 600.000 ton per tahun menjadi 860.000 ton.

Propylene dari 320.000 ton per tahun menjadi 470.000 ton, py-gas dari 280.000 ton per tahun menjadi 400.000 ton dan mixed C4 dari 220.000 ton setahun menjadi 315.000 ton.

Kini TPIA mampu memasok sekitar 2,045 juta ton kebutuhan produk petrokimia di Indonesia. Adapun kebutuhan petrokimia nasional selama setahun mencapai 2,5 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper