Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berekspektasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat stabil dan berada di level yang mendukung keseimbangan neraca perdagangan Indonesia.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai penguatan rupiah dalam beberapa waktu terakhir terjadi karena kondisi ekonomi nasional yang stabil.
Tak hanya itu, data proyeksi lapangan kerja di Amerika Serikat yang menurun juga menimbulkan sentimen negatif terhadap dolar AS dan otomatis mendorong nilai rupiah semakin kuat.
Kendati demikian, Kalla mengaku lebih menginginkan rupiah berada pada kondisi stabil. Alasannya, untuk menjaga keseimbangan kondisi perdagangan antar negara (ekspor-impor) berjalan baik.
"Intinya menjaga kestabilan di angka seperti itu supaya jangan ekspornya susah, impornya gampang. Jadi impornya murah, ekspornya nanti nilainya turun,"paparnya, Kamis(10/3/2016).
Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah juga bertujuan memberi sentimen positif terhadap kondisi sektor keuangan bagi para pelaku pasar.
"Ya memang artinya ada suatu kestabilan yang lebih baik. Setelah itu orang jadi punya proyeksi, maka bisa investasi lebih baik,"ujar Kalla.
Dalam pemberitaan sebelumnya, pergerakan nilai tukar rupiah diprediksi tetap stabil sepanjang semester I/2016. Sentimen positif dari pasar terkait akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi penyokong utamanya.
Edward Teather, Direktur Eksekutif dan Senior Ekonom ASEAN dan India UBS AG, mengatakan dalam jangka dekat nilai tukar rupiah diprediksi bisa tetap stabil. Pasalnya, pasar saat ini tengah antusias dan cenderung positif menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Namun, nilai tukar rupiah masih berpotensi mendapatkan tekanan pada semester II/2016. Tekanan itu akan datang kalau Federal Reserve (the Fed) merealisasikan rencana kenaikan suku bunga bertahapnya pada paruh kedua nanti," ujarnya dalam media breifing UBS Indonesia Conference pada Senin (7/3/2016).