Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Anjlok, Emiten Tambang Atur Siasat Agar Selamat

Pelemahan harga minyak hingga menyentuh level US$30 per barel, menambah tekanan terhadap harga komoditas. Hal itu, membuat emiten tambang mulai mengatur strategi, temasuk merambah bisnis ke sektor lain.
Ilustrasi kilang minyak/Antara
Ilustrasi kilang minyak/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pelemahan harga minyak hingga menyentuh level US$30 per barel, menambah tekanan terhadap harga komoditas. Hal itu membuat emiten tambang mulai mengatur strategi, temasuk merambah bisnis ke sektor lain.

Head of Corporate Communication Division PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) Febrianti Nadira mengatakan perseroan terus meningkatkan tiga motor pertumbuhan, yakni pertambangan batu bara, jasa pertambangan dan logistik, serta ketenagalistrikan.

"Bisnis jasa pertambangan dan logistik menunjukkan kinerja yang baik dan perusahaan juga mencapai perkembangan yang bagus dalam proyek ketenagalistrikan," ungkapnya  kepada Bisnis.com, Selasa (2/2/2016).

Pada tahun ini, emiten berkode saham ADRO menargetkan produksi batu bara sebanyak 52 juta ton hingga 54 juta ton. Target tersebut tidak mengalami perubahan dari proyeksi tahun lalu.

Sementara itu, belanja modal (capital expenditure/capex) yang dianggarkan manajemen Adaro mencapai US$75 juta hingga US$100 juta pada tahun ini. Capex saat ini tercatat lebih sedikit ketimbang tahun lalu yang mencapai US$75 juta hingga US$125 juta.

Secara terpisah, Direktur Utama PT Sugih Energy Tbk. (SUGI) Riyanto Soewarno mengatakan anjloknya harga minyak dunia hingga US$27 per barel dipastikan bakal menekan kinerja emiten minyak dan gas. Padahal, biaya untuk memproduksi minyak mencapai sekitar US$27 per barel.

Riyanto memastikan perseroan bakal beralih fokus dari produksi minyak menjadi gas. Bos baru SUGI itu telah berhitung cermat untuk beralih ke sektor tersebut lantaran saat ini penjualan gas dinilai lebih menarik ketimbang minyak mentah.

"Kami sekarang fokus ke gas karena biayanya lebih kecil. Kami menunggu harga minyak baik lagi, gas sekarang lebih menguntungkan," paparnya.

Tahun ini, manajemen SUGI membidik target produksi gas 10 juta standar kaki kubik per hari (milion standard cubic feet per day/MMSCFD). Pada 2016, sumur gas Sugih Energy baru menghasilkan setelah investasi dilakukan sejak tahun lalu.

Sepanjang 2015, Sugih Energy mengantongi pendapatan senilai US$4 miliar, meroket 79.900,00% dari periode yang sama tahun sebelumnya US$5 juta. Meroketnya revenue disebabkan beroperasinya bisnis trading, setelah sebelumnya hanya mengandalkan lifting minyak.

Joko Pramono, Sekretaris Perusahaan PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk., secara terpisah mengatakan terus turunnya harga komoditas batu bara sejak Januari hingga 20%, membuat perseroan harus memeras kemampuan untuk menjaga margin. Permintaan batu bara produksi emiten berkode saham PTBA tersebut diklaim masih lebih baik ketimbang harga yang terus melorot.

Strategi yang dilakukan PTBA, katanya, di antaranya melakukan sinergi dengan anak-anak usaha, pengembangan usaha, dan efisiensi biaya. Perseroan juga mengandalkan penggunaan peralatan tambang berbahan bakar listrik agar biaya yang dikeluarkan lebih kecil.

Dia memastikan kenaikan target produksi batu bara dilakukan agar pendapatan yang dikantongi PTBA lebih optimum. Meski termasuk perusahaan tambang batu bara kelas menengah, PTBA menjaga kualitas dan branding agar sesuai dengan kebutuhan pasar.

Pada tahun ini, PTBA menganggarkan belanja modal senilai Rp3,5 triliun, termasuk carry over dari investasi tahun lalu. Pada 2015 silam, perseroan menganggarkan belanja modal US$500 juta-US$600 juta.

Belanja modal yang dianggarkan pada tahun ini rencananya bakal berasal dari kas internal perseroan. Namun, bila dihitung seluruh proyek tahun lalu terlaksana sesuai jadwal, Capex tahun ini terbilang lebih rendah.

Analis PT Koneksi Capital Alfred Nainggolan menilai diversifikasi usaha yang dilakukan emiten tambang adalah jurus pamungkas. Belanja modal yang diperoleh dari pinjaman harus dimanfaatkan ke dalam sektor yang lebih produktif ketimbang core bisnis emiten tambang.

"Capex dari pinjaman sehingga harus dilempar untuk menutupi cost. Kalau mencoba di pertambangan, margin cukup rendah. Akhirnya mereka berani untuk merambah bisnis lain," ucapnya.

Menurutnya, perusahaan tambang lebih memilih ekspansi secara horizontal ketimbang margin yang mereka miliki kian tergerus. Harga minyak dunia yang terus melemah diperkirakan akan sulit rebound dan tak mampu menolong kinerja emiten pertambangan.

Penentu harga minyak, katanya, bukan hanya dari permintaan yang mulai turun, tetapi juga akibat pasokan yang melimpah. Sedangkan, harga komoditas tambang akan bergantung pada harga minyak mentah dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper