Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah kembali tergelincir setelah Saudi Arabian Oil Co., sebagai eksportir terbesar di dunia menyatakan akan terus berekspansi dalam proyek pertambangan mineral.
Harga minyak WTI (West Texas Intermediate) untuk pengiriman Maret 2016 pada Senin (25/1) pukul 17:45 WIB terpantau turun 2,52% atau 0,81 poin menjadi US$31,38 per barel. Sedangkan minyak Brent untuk pengiriman Maret 2016 harganya berada di level US$31,5 per barel, merosot 2,11 poin atau 0,68%.
Chairman Saudi Arabian Oil Co., Khalid Al-Falih menyampaikan perusahaan belum mengurangi kapasitas investasi di tengah rendahnya harga minyak. Bahkan, Badan Usaha Milik Negara atau BUMN tersebut membangun klaster industri laut di bagian timur Arab Saudi.
Dia menyatakan, Aramco telah merumuskan strategi baru dalam menanggapi harga minyak yang lebih murah, yakni mendorong disiplin fiskal serta meneruskan investasi minyak dan gas bumi.
"Sebagai pimpinan Aramco, saya terus mendorong disiplin fiskal. Dalam kapasitas investasi kami, minyak dan gas belum akan melambat," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (26/1/2016).
Investment Analyst Phillip Futures Daniel Ang mengatakan, kabar tersebut memberikan kekhawatiran produksi minyak terus menguat dan berlanjut semakin menekan harga. Pasalnya, alasan utama rendahnya harga ialah fakta pasar minyak saat ini kelebihan pasokan.
Minyak telah jatuh sekitar 13% sepanjang tahun ini, karena volatilitas pasar global yang dipicu berlebihnya stok dan rencana Iran menambah keran ekspor. Chief Executive Officer Bank of Montreal William Downe mengatakan, harga tidak mungkin mengalami rebound dengan cepat dan bisa memakan waktu tiga tahun untuk kembali normal.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim berpendapat perbaikan minyak pada level US$30 per barel merupakan teknikal rebound, karena sebelumnya harga sudah menyentuh titik terendah. Selain itu, permintaan emas hitam juga meningkat karena 11 negara bagian Amerika Serikat mengalami kondisi cuaca ekstrem yang sangat dingin.
Di sisi lain, pemerintah Amerika menyatakan wilayah Timur Tengah yang dikuasai ISIS, yakni Suriah dan Irak, hampir 30%-nya sudah diambil alih. Artinya, perdagangan minyak mentah secara ilegal akan tertanggulangi sedikit demi sedikit.
Paman Sam menjadi pihak yang paling dirugikan ketika minyak mentah dunia berada di level terendah, karena itu mereka terus memerangi terorisme. Kemudian, ada kabar ekspansi ISIS di Timur Tengah akan berakhir di periode 2016.
"Adanya informasi inilah yang mengakibatkan harga minyak cenderung mengalami penguatan," tuturnya saat dihubungi Bisnis.com.
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,6% menjadi 3,4%. Hal ini tentunya berimbas kepada China sebagai importir minyak skala besar.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Panda pada 2016 menjadi 6,7%, turun dibandingkan tahun lalu sebesar 6,9%. Walaupun begitu, permintaan emas hitam akan bertambah karena negara akan menghadapi musim dingin.
Bank Sentral di Eropa Jepang, sebagai negara importir, berencana mengucurkan stimulus fiskal untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Hal ini turut memberikan sentimen positif.
"Artinya sekarang negara kasih stimulus perekonomian. Sebentar lagi juga musim dingin, penggunaan minyak meningkat dan menguatkan permintaan di beberapa wilayah," tambahnya.
Dari sisi internal OPEC, Venezuela sudah meminta adanya pertemuan organisasi pada bulan depan. Kemungkinan besar, lanjut Ibrahim, persoalan utama yang dibahas ialah kuota produksi.