Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setelah Tembus 13.000, Ke mana Keseimbangan Rupiah akan Berlabuh?

Keluhan rupiah yang makin akrab dengan level di atas 12.500 ternyata tidak cukup. Terhitung sudah dua hari terakhir ini, rupiah di pasar spot sudha bertengger di atas Rp13.000/US$.
 Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA— Keluhan rupiah yang makin akrab dengan level di atas 12.500 ternyata tidak cukup. Terhitung sudah dua hari terakhir ini, rupiah di pasar spot sudah bertengger di atas Rp13.000/US$.

Prediksi rupiah akan mencapai titik keseimbangan baru di level Rp12.500 pupus sudah.

Pemerintah sendiri telah mematok asumsi rupiah di APBN-P tahun 2015 dengan nilai tukar rupiah yang sebesar 12.200/US$. Angka tersebut melemah dibandingkan asumsi yang ada di APBN 2015 yang sebesar Rp11.900 per dolar AS.

Sentimen yang mendera rupiah, apalagi jika bukan rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed Rate).

Repotnya sinyal kenakan suku bunga tersebut sudah beredar sejak 2014, dan rencananya akan dilakukan pada tahun ini.

Meskipun dalam sejumlah pertemuan, Fed menyiratkan paling cepat Fed Rate dinaikkan pada semester pertama tahun ini, di sepanjang perjalanannya, selalu ada sinyal Fed kemungkinan bisa mempercepat kenaikan Fed Rate tersebut, sejalan dengan ekonomi AS yang membaik.

Tentu saja kabar percepatan yang berulangkali dihembuskan membuat rupiah terus tertekan.

Apalagi agenda yang dimiliki Fed, seperti halnya Bank Indonesia, selalu saja ada dalam setiap bulannya. Agenda yang kemungkinan di dalamnya, menghasilkan keputusan terkait kenaikan Fed Rate.

Indeks dolar AS lajunya terus mengintai. Lajunya merangkak naik. Buktinya indeks dolar kembali melaju ke posisi puncaknya. Setelah menembus level 90, ke level 95. Akhirnya saat ini asik berada di level 97. Tentunya menjadi level puncak baru.

Indeks dolar juga cenderung menguat setiap kali ada  rilis data makro ekonomi AS yang menunjukkan perbaikan ekonomi Negara Paman Sam.

Dalam perjalananannya sentimen pada rupiah ternyata tidak berakhir hanya pada kemungkinan kebijakan Fed terkait suku bunga acuan, sentimen bertambah terkait kondisi Yunani, misalnya.

Rupiah memang tidak sendiri, pelemahan mata uang juga dalami negara lain di kawasan Asia Pasifik. Contoh, ringgit Malaysia. Namun rupiah dinilai paling rentan di antara uang emerging market.

Nilai tukar ringgit di awal tahun 2014 terhadap dolar AS dipatok 3,2785 menjadi 3,5587 pada 15 Januari 2015. Dalam kurun waktu tersebut nilai tukar ringgit terlemah pada Selasa (13/1/2015) sebesar 3,595, dan terkuat di 3,1463 (27/8/2014).

Sementara itu nilai tukar rupiah pada awal tahun 2014 bertengger di Rp12.160/US$ menjadi Rp12.576 pada 15 Januari 2015. Dalam kurun waktu tersebut poisisi terlemah rupiah pada 12.735 (7/1/2015), dan terkuat pada 11.289 (8/4/2014).

Berdasarkan kalkulasi Ekonom PT Bank Central Asia David Sumual, depresiasi rupiah sejak pembukaan pasar awal tahun ini mencapai 2,7%, sedangkan rerata mata uang negara berkembang lainnya hanya 0,9%.

Meski ada pendapat dengan mematok rupiah di Rp12.200, dinilai Bank Indonesia dan pemerintah seolah merestui pelemahan rupiah dengan harapan meningkatkan nilai ekspor, ada harapan rupiah tidak terperosok terlalu dalam.

Sudah sepatutnya pemerintah dan Bank Indonesia memikirkan tindakan jitu untuk menciptakan kondisi penguatan atau titik kestabilan rupiah.

Di antaranya menjaga pertumbuhan ekonomi di dalam negeri,sehingga memberikan sentimen positif bagi rupiah dalam mengarungi lajunya.\

Meski mata uang Asia Tenggara kompak melemah atas dolar, jangan juga pasrah hingga akhirnya mata uang Garuda jatuh lebih dalam, ke level 14.000 bahkan 16.000.

Gerak rupiah mesti dikendalikan, otoritas moneter seyogyanya menggandeng pemerintah untuk merealisasikan kebijakan yang dapat menahan pelemahan rupiah lebih dalam.

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro