Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HARGA KOMODITAS: Minyak WTI dan Brent Terus Merugi

Harga minyak memperpanjang kerugian curam sehari sebelumnya pada Rabu (Kamis pagi WIB), meskipun terjadi penurunan tak terduga dalam stok minyak mentah AS, di tengah bertahannya kekhawatiran tentang persediaan yang melimpah.
 Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, NEW YORK - Harga minyak memperpanjang kerugian curam sehari sebelumnya pada Rabu (Kamis pagi WIB), meskipun terjadi penurunan tak terduga dalam stok minyak mentah AS, di tengah bertahannya kekhawatiran tentang persediaan yang melimpah.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November, turun US$51 sen menjadi ditutup pada US$90,73 per barel di New York Mercantile Exchange.

Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman November, juga kehilangan US$51 sen menjadi menetap di US$94,16 dolar AS per barel di London, penutupan terendah sejak 29 Juni 2012.

Untuk hari kedua berturut-turut, pasar minyak dimulai dengan dorongan lebih tinggi dan kemudian runtuh pada sore hari," kata Gene McGillian di Tradition Energy.

"Sepertinya minyak belum menemukan bagiah bawahnya," katanya, setelah penurunan tajam dalam WTI dan Brent pada pertengahan Juni.

Pada Selasa harga minyak jatuh, dengan WTI turun ke terendah 22-bulan dan Brent tenggelam ke tingkat yang terakhir terlihat pada akhir Juni 2012.

"Kondisi ekonomi di Eropa dan Asia -- khususnya Tiongkok -- dan persediaan di seluruh dunia terus membebani pasar," kata McGillian.

Kekhawatiran dibayangi laporan mingguan Departemen Energi AS pada Rabu yang menunjukkan cadangan minyak mentah komersialnya turun 1,4 juta barel pada pekan lalu, mengalahkan ekspektasi para analis untuk kenaikan 900.000 barel. Penurunan persediaan dapat menunjukkan permintaan kuat di konsumen minyak mentah terbesar dunia itu.

Dolar mencapai tingkat tertinggi enam tahun terhadap yen dan tertinggi dua tahun terhadap euro. Dolar yang lebih kuat membuat minyak yang dihargakan dalam dolar lebih mahal untuk pembeli yang menggunakan mata uang lemah, sehingga cenderung meredam permintaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Editor : Nurbaiti
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper