Bisnis.com, JAKARTA - Kuota obligasi pemerintah untuk investor hampir habis. Pasalnya, penerbitan surat berharga negara (SBN) hanya tersisa 28,5% dari target 2013 yang senilai Rp231,8 triliun dalam 3 bulan ke depan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menyampaikan per 20 September 2013, pemerintah telah merangkum 71,75% dari target penerbitan SBN. Jumlah itu setara Rp166,32 triliun dari target penerbitan utang neto (net bond issuance) yang berjumlah Rp231,8 triliun.
“Sampai 20 September 2013, pemerintah telah merealisasikan 71,75% dari target penerbitan SBN,” ungkapnya kepada Bisnis.
Dengan begitu, pemerintah hanya akan memburu dana dari investor senilai Rp65,48 triliun atau 28,5% sisa target penerbitan obligasi pemerintah dalam waktu 3 bulan hingga akhir tahun.
Jumlah itu termasuk dari penawaran obligasi negara ritel seri ORI010 yang berlangsung 20 September-4 Oktober 2013 dan obligasi valas di pasar domestik yang rencananya ditawarkan Oktober mendatang.
Pemerintah akan memperoleh dana dari hasil penerbitan ORI010 mencapai Rp20 triliun, sedangkan valas domestik sekitar US$500 juta atau setara Rp5,5 triliun. Sisanya, berasal dari kuota lelang surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN) rutin yang hanya tersisa Rp40 triliun.
“Sisa target penerbitan akan berasal dari ORI010, valas domestik, dan lelang rutin pemerintah,” tutur Robert.
Berdasarkan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBNP) 2013, target penerbitan SBN pemerintah menggelembung hingga Rp51,4 triliun atau 28,5% dari semula Rp180,4 triliun menjadi Rp231,8 triliun. Kenaikan target disebabkan meningkatnya kebutuhan belanja pemerintah sehingga asumsi defisit ikut melambung.
Dalam kesempatan berbeda, Analis Obligasi PT Penilai Harga Efek Indonesia (IBPA) Fakhrul Aufa mengatakan pasar obligasi Indonesia akan pulih dalam waktu sementara pasca Federal Reserve tetap melanjutkan program stimulus moneter bulan ini.
Namun, volatilitas akan kembali terjadi akibat persoalan ekonomi global lain yang akan muncul dalam waktu dekat, yakni isu perubahan plafon utang AS (debt ceiling) yang akan berlangsung Oktober 2013.
Untuk itu, pemerintah dituntut segera memperbaiki fundamental makro ekonomi selagi ada sentimen positif pasca putusan Federal Reserve. Untuk menghindari gejolak serupa, pemerintah dan Bank Indonesia disarankan segera memperbaiki fundamental ekonomi.
Kedua pihak harus berkoordinasi memperkuat pasar domestik dengan menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil, terutama melalui defisit transaksi berjalan, kebijakan transaksi obligasi, dan intervensi di pasar uang.
“Jika turbulensi global mereda, yield obligasi masih bisa bergerak menurun ke kisaran 7,5%-8% pada akhir tahun,” ungkapnya.
Analis PT Millenium Danatama Indonesia Desmon Silitonga memprediksi yield obligasi acuan 10 tahun masih akan bergerak di level 8,2% sampai akhir tahun, menurun dari puncak level 8,6% bulan lalu, meski masih jauh lebih tinggi dibanding posisi awal tahun 5,2%.