Bisnis.com, JAKARTA-Pemerintah dituntut segera memperbaiki fundamental makro ekonomi selagi ada sentimen positif pasca putusan Federal Reserve.
Keputusan Federal Reserve membatalkan pengetatan stimulus moneter menjadi euforia bagi pasar saham dan obligasi Indonesia yang hanya berlangsung sementara. Peluang bank sentral Amerika Serikat memangkas belanja obligasi bulanan sebesar US$85 miliar masih terbuka lebar sampai akhir tahun.
Analis Obligasi PT Penilai Harga Efek Indonesia (IBPA) Fakhrul Aufa menyampaikan sentimen negatif akan kembali muncul seiring dengan plafon utang AS yang akan melebihi batas (debt ceiling) pada Oktober 2013.
“Volatilitas akan kembali muncul nanti, pemerintah tidak boleh lengah, harus bergerak mumpung pasar global mereda sesaat,” ujarnya kepada Bisnis hari ini, Jumat(20/9).
Untuk menghindari gejolak serupa, pemerintah dan Bank Indonesia disarankan segera memperbaiki fundamental ekonomi. Kedua pihak harus berkoordinasi memperkuat pasar domestik dengan menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil, terutama melalui defisit transaksi berjalan, kebijakan pembelian surat utang negara (SUN), dan intervensi di pasar uang.
“Jika turbulensi global mereda, yield obligasi masih bisa bergerak menurun ke kisaran 7,5%-8% pada akhir tahun,” sebutnya.
Senada dengan Fakhrul, Analis PT Millenium Danatama Indonesia Desmon Silitonga mengatakan sentimen positif dari pasar global bisa jadi hanya berlangsung dalam jangka pendek. Pernyataan pengurangan stimulus moneter bisa kembali muncul pada bulan-bulan mendatang sejalan dengan kondisi ekonomi AS yang semakin membaik.
“Artinya jika pernyataan itu muncul lagi, bisa kembali menekan pasar saham dan obligasi Indonesia,” ucapnya.
Dia menambahkan fokus persoalan yang patut diperhatikan investor beralih ke laju inflasi yang tinggi, depresiasi rupiah, dan defisit transaksi berjalan. Ketiga faktor menyebabkan kondisi pasar obligasi sulit kembali seperti awal tahun ini.
Dia memprediksi yield obligasi acuan 10 tahun masih akan bergerak di level 8,2% sampai akhir tahun, atau jauh lebih tinggi dari posisi awal tahun 5,2%, meski menurun dibanding puncak lonjakan 8,6% pekan lalu.
“Tekanan asing di obligasi tidak terlalu sedahsyat di saham. Pemerintah juga sudah memiliki protokol untuk intervensi pasar bond ketika terjadi tekanan,” ujarnya.
Kendati demikian, dia tidak memungkiri pembatalan pengurangan stimulus ekonomi AS juga memberi sentimen positif terutama di pasar modal. Untuk itu, dia merevisi proyeksi IHSG dari semula 4.400-4.500 menjadi 4.700-4.800 pada akhir tahun.