Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

JAKARTA: Selain Credit Suisse dan Deutsche Bank, PT Bank Negara Indonesia Tbk menunjuk Morgan Stanley dan BNI Secuties menjadi penjamin emisi penerbitan surat utang luar negeri. Anak usaha bank pelat merah itu menjadi koordinator penjamin emisi.
 
Dirut BNI Gatot M. Suwondo mengatakan surat utang denominasi valuta asing (valas) atau global bond mendapatkan peringkat BBB- dari Fitch Rating, sehingga cukup prospektif dalam mendapatkan suku bunga rendah.
 
“Rating global bond cukup bagus, yaitu sama dengan sovereign rate [rating surat utang negara]. Harapannya dengan ini memudahkan akses, dan bisa memperole harga yang paling baik dengan rating itu,” ujarnya dalam konferensi hasil rapat umum pemegang saham hari ini.
 
Direktur Keuangan BNI Yap Tjay Soen menyampaikan bahwa selain Credit Suisse dan Deutsche Bank, perseroan  menunjuk Morgan Stanley dan BNI Secuties menjadi penjamin emisi penerbitan global bond. “Leader-nya [coordinator penjamin emisi] BNI Securities,” ujarnya.
 
Sebelumnya, Yap menyampaikan ada dua penjamin emisi yang sudah ditunjuk oleh perseroan, yakni Credit Suisse dan Deutsche Bank. Penujukan itu dilakukan kemarin.
 
Yap berharap penerbitan obligasi itu bisa dilakukan dalam waktu dekat ini. Menurut rencana, paparnya, pekan ini dimulai penawaran kepada sejumlah investor.
 
Gatot sebelumnya mengungkapkan bahwa rencana penerbitan global bond mendapat respon positif dari Bank Indonesia. “Untuk global bond sudah keluar izin dari BI,” ucapnya.
 
Bank pelat merah itu berencana menerbitkan obligasi global senilai US$500 juta berjangka waktu 5-10 tahun. Penerbitan surat utang itu merupakan salah satu upaya BNI memperbaiki struktur pendanaan dalam valuta asing (valas), khususnya yang menggunakan dollar AS.
 
BNI cukup agresif dalam menyalurkan kredit valas. Namun, karena terbatasnya dana valas membuat manajemen bank pelat merah itu mengerem ekspansi kredit pada penghujung tahun lalu.
 
Gatot menyampaikan kredit valas perseroan sempat melonjak pada akhir 2011, meskipun ada upaya dari manajemen untuk mengerem laju pertumbuhan. Pasalnya ada beberapa debitor yang sudah mempunyai komitmen dan merealisasikan pada penghujung tahun.
 
“Ada peningkatan pembiayaan kredit valas. Dulu rasio sekitar 86% adalah rupiah dan 14% valas. Kemudian pada 2011 rupiah 84%, dan valas 16%. Itu naik karena kuartal III tidak menggunakan kredit baru, mereka menggunakan, sehingga LDR [loan to deposit ratio] khusus valas dari 63% menjadi 88%. Rasio LDR rupiah turun dari 72% menjadi 68%,”tuturnya. (sut)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Saeno
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper