Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Raksasa-raksasa batu bara terpengaruh kolapsnya jembatan Kukar

JAKARTA: Raksasa-raksasa batu bara baik dalam maupun luar negeri, termasuk BUMN, dipastikan terkena dampak kolapsnya Jembatan Kutai Kartanegara (Kukar) yang menghambat jalur pengangkutan batu bara. Riset terbaru CLSA yang diperoleh Bisnis hari ini

JAKARTA: Raksasa-raksasa batu bara baik dalam maupun luar negeri, termasuk BUMN, dipastikan terkena dampak kolapsnya Jembatan Kutai Kartanegara (Kukar) yang menghambat jalur pengangkutan batu bara. Riset terbaru CLSA yang diperoleh Bisnis hari ini menyebutkan dampak itu diakibatkan oleh berhentinya proses pengangkutan batu bara, baik yang melalui darat dengan truk maupun sungai dengan kapal tunda/ penarik (tugboat). "Sejak Minggu 27 November, pemerintah daerah setempat telah memerintahkan penghentian seluruh pengangkutan batu bara yang melalui kapal," tulis Jayden, analis CLSA dalam riset tersebut. Raksasa batu bara yang terkena dampak penghentian pengangkutan itu a.l. PT Harum Energy Tbk yang dimiliki Kiki Barki. Bagi Harum, dampak ini dirasakan oleh seluruh operasi tambangnya. Dampak menyeluruh itu juga dialami PT Resources Alam Indonesia Tbk, raksasa batu bara asal Pontianak yang dikendalikan oleh keluarga Adijanto. Dalam dua tahun terakhir, Resource Alam adalah salah emiten batu bara di bursa dengan kinerja saham terbaik. Dampak hampir menyeluruh, atau sekitar 83%, dirasakan oleh Sakari Resources Ltd, produsen batu bara yang terdaftar di Bursa Efek Australia. Tambang Sakari yang terkena adalah tambang Jembayan. Kemudian PT Trubaindo Coal dan PT Bharinto Ekatama milik Banpu Plc melalui PT Indo Tambangraya Megah Tbk. Produksi kedua batu bara perusahaan itu setara 28% dari total produksi Indo Tambangraya. Raksasa lainnya adalah tambang PT Santan Batubara yang dikendalikan PT Indika Energy Tbk milik keluarga Sudwikadmono. Produksi tambang Santan Batubara setara dengan 6% dari total produksi Indika. Lalu emiten pelat merah PT Perusahaan Tambang Bukit Asam (Persero) Tbk. Dampak keruntuhan jembatan yang dibangun oleh PT Hutama Karya (Persero) dan mulai beroperasi pada 2001 dirasakan oleh PT International Prima Coal. Produksi batu bara International Prima Coal, yang baru diakuisisi Bukit Asam paruh Agustus lalu senilai US$17,85 juta, setara dengan 8% dari total produksi batu bara Bukit Asam. Dampak akibat penghentian pengangkutan batu bara itu dialami raksasa batu bara dalam negeri lainnya, PT Bayan Resources Tbk milik Datuk Low Tuck Kwong. Bayan sendiri terafiliasi dengan salah satu emiten di Bursa Efek Australia, Kangaroo Resources Ltd Belum jelasMenurut Jayden, saat ini masih belum jelas kapan jalur transportasi baik melalui darat maupun sungai itu akan dibuka, karena pencarian korban juga masih berlangsung. "Mungkin tidak ada dampak segera terhadap produksi tambang, karena stok yang tersedia biasanya masih sampai 3 pekan. Kini para produsen batu bara itu masih menghitung dampak yang mereka rasakan." Sementara itu, manajemen Sakari Resources menyatakan perseroan belum sampai pada kesimpulan pasti bagaimana dampak pengangkutan yang diterima oleh Tambang Jembayan. "Yang pasti, produksi masih berjalan normal. OPerasi tambang lain kami, yakni Sebuku, juga masih berjalan normal," kata manajemen dalam keterangan tertulisnya ke Bursa Efek Australia. Senada dengan Sakari, Sekretaris Perusahaan Bayan Resources Jenny Quantero mengatakan perseroan masih menunggu selesainya proses evakuasi korban yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, dia mengatakan insiden tersebut dapat memengaruhi kinerja perseroan apabila jalur sungai Mahakam tidak kunjung dibuka, karena sungai itu merupakan jalur distirbusi batu bara. Jembatan Kukar yang menghubungkan Tenggarong dan Samarinda runtuh pada Sabtu sore, 26 November 2011.

 

Sungai Mahakam yang dilintasi jembatan itu masih ditutup, termasuk sejumlah seksi di Sungai Mahakan, pencarian dan evakuasi korban. Sungai tersebut adalah jalur distribusi batu bara yang sibuk di Kalimantan Timur  karena terdapat beberapa tambang milik para pemain besar batu bara.

 

Sungai itu juga menjadi mata pencaharian warga, baik dengan modus perikanan maupun penambangan pasir skala kecil. (Bsi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper