Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

JAKARTA: PT Bayan Resources Tbk, emiten batu bara milik taipan Singapura bernama Low Tuck Kwong, menerima surat dari BCBC Singapore Pte Ltd terkait dengan proyek PT Kaltim Supacoal.
 
Hal diterimanya surat pada 21 November 2011 itu tertuang di dalam penjelasan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan hari ini.
 
"Perusahaan sedang dalam proses mendiskusikan masalah tersebut dengan BCBC Singapore namun berpendapat hal tersebut tidak akan mempunyai dampak finansial terhadap laporan keuangan interim konsolidasian pada tanggal 30 September 2011," ujar manajemen perusahaan dalam laporan keuangan itu.
 
Bayan merupakan pemegang 49% saham Kaltim Supacoal, perusahaan yang bergerak dalam pengoperasian fasilitas coal upgrading. Persentase sisa saham Kaltim Supacoal dimiliki BCBC Singapore.
 
Kepemilikan aset Bayan dalam Kaltim Supacoal terakhir tercatat masih defisit Rp261,2 miliar per akhir September. Defisit itu meningkat dari posisi akhir 2010 sebesar Rp118,72 miliar.
 
"Grup mengakui bagian rugi bersih KSC karena Grup telah mengkonfirmasi pemberian dukungan operasional kepada KSC."
 
BCBC Singapore merupakan anak usaha dari White Energy Company Ltd, emiten publik yang mencatatkan sahamnya di Bursa Australia.
 
Dalam laporan keuangan tersebut, Bayan menyatakan masih meminjamkan dana sebesar Rp369,76 miliar kepada Kaltim Supacoal yang masih belum dilunasi sejak 2008. Pada akhir 2010, pinjaman itu masih tercatat Rp367,43 miliar.
 
Namun, manajemen Bayan mengatakan perusahaan bersama dengan Kaltim Supacoal dan BCBC Singapore selaku pemegang saham masih melakukan diskusi mengenai ventura bersama tersebut.
 
 
Naik 3 kali lipat
 
Dalam laporan keuangan yang sama, Bayan menunjukkan adanya kenaikan laba komprehensif atribusi induk hampir tiga kali lipat. 
 
Laporan keuangan emiten berkode BYAN itu yang dipublikasikan di situs Bursa Efek Indonesia hari ini menunjukkan kenaikan laba komprehensif atribusi induk itu dibukukan 188,54%.
 
Peningkatan terjadi menjadi Rp1,43 triliun selama 9 bulan pertama tahun ini dari Rp496,98 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
 
Peningkatan laba komprehensif atribusi induk itu jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan perseroan yang hanya meningkat 51,29% menjadi Rp9,25 triliun pada akhir September dari sebelumnya Rp6,11 triliun.
 
Peningkatan laba komprehensif terutama disebabkan kenaikan biaya sehubungan pendapatan yang hanya 36,02% dan kenaikan beban penjualan yang hanya 30%.
 
Biaya sehubungan dengan pendapatan dibukukan menjadi sebesar Rp6,44 triliun dari sebelumnya Rp4,73 triliun, sedangkan beban penjualan meningkat menjadi Rp487,96 miliar dari sebelumnya Rp375,34 miliar.
 
Salah satu faktor pendukung peningkatan laba perusahaan lain yang mencolok adalah beban keuangan perusahaan yang justru turun 49,23% menjadi hanya Rp79,28 miliar dari sebelumnya Rp156,18 miliar.
 
Peningkatan laba komprehensif atribusi induk dan peningkatan pendapatan membentuk persentase laba komprehensif atribusi induk terhadap pendapatannya menjadi 15,49% dari sebelumnya 22,53%.
 
Aset meningkat
 
Dari sisi aset, perusahaan membukukan kenaikan menjadi sebesar Rp11,07 triliun pada akhir September dari sebelumnya Rp8,37 triliun pada akhir 2010.
 
Peningkatan terutama disumbangkan peningkatan ekuitas menjadi sebesar Rp4,18 triliun pada akhir kuartal III/2011 dari akhir tahun lalu sebesar Rp3,03 triliun.
 
Kewajiban emiten yang dipimpin Chin Wai Fong tersebut juga meningkat 29,19% menjadi Rp6,89 triliun pada akhir 9 bulan pertama tahun ini dari Rp5,33 triliun pada akhir 2010.
 
Dalam keterangannya, Chin Wai Fong mengatakan peningkatan aset terutama disebabkan kenaikan pinjaman jangka pendek sehubungan dengan pembiayaan rencana akuisisi perusahaan sebesar Rp1,61 triliun dan kenaikan laba ditahan yang tidak dicadangkan sebesar Rp1,06 triliun.
 
Harga saham perusahaan malah terkoreksi 300 poin atau 1,63% ke Rp18.100 sore ini di tengah koreksi bursa regional. 
 
Posisi harga itu membentuk kapitalisasi pasarnya sebesar Rp60,33 triliun dan rasio harga saham terhadap laba bersihnya (price to earnings ratio/PER) 38,03 kali. (sut)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper