Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Intervensi BI jangan kuras cadangan devisa

 

 

JAKARTA: Ekonom menghimbau Bank Indonesia bersikap cermat dan hati-hati dalam menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah dengan menghemat penggunaan cadangan devisa.
 
Tony Prasetyantono, Komisaris Independen Bank Permata, menilai BI sudah melakukan hal yang benar untuk menstabilkan nilai tukar. Yakni dengan melepas sebagian cadangan devisanya untuk memperkuat Rupiah dan sebaliknya membeli dollar AS ketika rupiah terlalu menguat.
 
"Yang jadi masalah intervensi tersebut harus dilakukan hati-hati agar tidak memboroskan cadangan devisa dengan sia-sia. Istilahnya harus menanti smarty intervention," ujar dia hari ini.
 
Dia melihat masih ada peluang bagi Rupiah untuk menguat meski sedikit. Pasalnya, negara-negara besar, seperti AS dan Eropa, terus melakukan upaya pencegahan krisis. Bahkan Brazil pun akan melakukan pembelian obligasi Yunani untuk membantu penyelesaian krisis Eropa.
 
"Jika upaya saling bantu ini dilakukan, ada secercah (harapan), bahwa kondisi terburuk dapat dihambat. Dampaknya mulai ada aksi pembelian saham lagi di BEI oleh asing yang bisa menaikkan IHSG dan kurs rupiah. Setidaknya pelemahan IHSG dan kurs rupiah tidak berlanjut," tuturnya.
 
Hatta Rajasa, Menteri Koordiantor bidang Perekonomian, pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank Sentral untuk menjaga nilai tukar stabil di bawah Rp9.000 per dollar AS. Hal itu akan didukung oleh fundamental perekonomian dan kepercayaan pelaku ekonomi yang tetap kuat.
 
"Kami ingin menunjukkan bahwa pemerintah sangat siap terhadap situasi ini, bahkan ada yang menchallange saya terkait pelepasan SUN. Dan ternyata tidak banyak yang melepas itu," katanya.
 
Meski fundamental perekonomian Indonesia kuat, Hatta mengatakan pemerintah tidak akan menganggap enteng terhadap gejolak perekonomian global. Namun, pemerintah tetap optimistis terhadap masa depan perekonomian negeri ini dengan tetap berpegang pada target-target ekonomi di RAPBN 2012.
 
"Memang IMF mengorekasi pertumbuhan ekonomi (2012) kita menjadi 6,3% dari 6,5%,  tapi kami tidak perlu. Tapi kami tetap waspada," katanya. (sut)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis :
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper