Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inalum akan lepas saham lewat IPO

JAKARTA: Pemerintah membuka opsi pelepasan saham PT Indonesia Asahan Aluminium ke publik melalui mekanisme penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) pasca berakhirnya kontrak kerja sama dengan Nippon Asahan Aluminium pada 2013.Sumber Bisnis

JAKARTA: Pemerintah membuka opsi pelepasan saham PT Indonesia Asahan Aluminium ke publik melalui mekanisme penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) pasca berakhirnya kontrak kerja sama dengan Nippon Asahan Aluminium pada 2013.Sumber Bisnis yang mengetahui tentang rencana itu mengungkapkan dalam pembicaraan terakhir antara pemerintah dan NAA muncul opsi baru mengenai mekanisme penguasaan saham Inalum setelah 2013.

Menurut dia, dalam skenario yang dibahas terakhir disebutkan kemungkinan investor Jepang untuk masih menguasai sedikit saham di Inalum dengan penguasaan optimal berada di tangan pemerintah.Dengan penguasaan lebih dari 50% tersebut, tuturnya, Inalum terlebih dahulu akan dijadikan sebagai Badan Usaha Milik Negara. Namun, tuturnya, kepemilikan saham tersebut akan tergerus setelah dalam perjalanannya Inalum akan membutuhkan suntikan dana untuk investasi baru.

Jepang akan akan diberi sedikit saham Inalum pasca 2013. Tetapi, nanti Inalum membutuhkan investasi baru untuk pengembangan pabriknya. Saat itulah diskenariokan Inalum untuk di-IPO-kan guna menghimpun dana publik. Dari IPO itulah Jepang akan kembali masuk melalui pihak lain, ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengaku tim perundingan akan fokus terlebih dahulu pada tugas yang diamanatkan melalui Keputusan Presiden No.27/2010 tentang Tim Perundingan Proyek Asahan. Kendati mengaku bertugas untuk mengamankan posisi pemerintah dalam perundingan, Sekretaris Tim Perundingan itu mengatakan dalam konteks perundingan kali ini tidak dibahas mengenai berapa persentase yang bisa diberikan kepada pihak luar.

Sesuai dengan isi Keppres, kami akan selesaikan terlebih dahulu mengenai hak dan kewajiban sampai 2013. Januari nanti akan dimulai, posisi mereka ingin memperpanjang, posisi kita sesuai dengan Menteri BUMN tidak ingin memperpanjang. Ini kan dua sisi yang harus di-klop-kan dan bicaranya dengan cara baik-baik, paparnya.

Namun, Ansari mengatakan sangat terbuka kemungkinan pemerintah melepas saham Inalum dengan cara IPO. Menurut dia, langkah yang diakui sebagai salah satu opsi yang dibahas itu diambil untuk menciptakan transparansi pengelolaan usaha Inalum di Asahan.

Oh ya, pastilah [IPO]. Namanya bisnis modern kan harus terbukasehingga nanti terjadi transparansi, katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan pelepasan saham Inalum itu akan dilakukan setelah dipastikan perusahaan bisa berjalan dengan optimal pasca 2013. Kalau nanti sudah settle, kuat dan mampu, pasti ke depan kami akan IPO. Itu termasuk usulan-usulan yang pernah ada.

Sementara itu, terkait dengan keberatan berbagai kalangan tentang keberadaan Ernst and Young, Ansari mengatakan E&Y tidak akan dijadikan sebagai instrument pengambilan keputusan. Menurut dia, jasa dari konsultan independen dengan nilai kontrak Rp700 juta itu hanya sebagai pendapat kedua dari hasil kajian tim teknis yang sudah dituntaskan pada Juni 2010.

Nanti pada waktu pengakhiran kontrak beserta hak dan kewajibannya, nanti kami akan menetapkan secara resmi konsultan penilai aset. Mekanisme pemilihannya bisa dengan beauty contest atau tender bergantung pada proporsi akhir kepemilikan saham. Kalau pemerintah 100% di Inalum, mungkin kita bisa beauty contest saja, paparnya.

Sebelumnya, sumber menyayangkan sikap pemerintah yang belum mau menggantikan E&Y sebagai konsultan valuasi aset Inalum. Padahal, katanya, status E&Y yang juga sebagai financial auditor sangat tidak wajar apabila juga ditetapkan sebagai valuasi aset.

Ini jelas menyalahi aturan dan perannya mirip-mirip Arthur Anderson ketika melakukan ketidaketisan bisnis dalam mengaudit Enron yang berakhir pada munculnya skandal besar Enron, katanya.

Terkait dengan E&Y tersebut, Airlangga Hartarto juga menyatakan secara tegas akan menolak apapun hasil valuasi yang dilakukan perusahaan yang bermarkas di Chicago, AS tersebut. Menurut dia, seharusnya pemerintah menunjuk perusahaan lain yang bisa diterima para pihak dan berstandar internasional.

Asal jangan E&Y karena itu jelas haram hukumnya karena melanggar regulasi yang kita punya, katanya. (mmh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Editor : Mursito

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper