Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Batu Bara Sulit Kembali Berjaya

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara (APBI) Hendra Sinadia mengatakan perkiraan harga batu bara pada tahun depan tidak lebih bagus dari tahun ini.
Operator mengoperasikan alat berat di terminal batu bara Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatra Barat, Rabu (9/1/2019)./ANTARA-Iggoy el Fitra
Operator mengoperasikan alat berat di terminal batu bara Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatra Barat, Rabu (9/1/2019)./ANTARA-Iggoy el Fitra

Bisnis.com, JAKARTA — Meski harga batu bara acuan mulai naik menjelang pengujung tahun ini, tetapi para pelaku usaha justru tak yakin tahun depan komoditas ini akan kembali berjaya.

Harga Batu Bara Acuan (HBA) pada Desember 2019 tercatat US$66,3 per ton, atau naik sekitar 0,045% dari bulan November senilai US$66,27 per ton.

Adapun rerata HBA sepanjang tahun ini mencapai US$77,92 per ton, lebih rendah dibandingkan dari rerata HBA pada 2018 yang mencapai US$98,96 juta ton. Rerata HBA tahun 2017 mencapai US$85,91 per metriks ton, sedangkan pada 2016, rerata HBA mencapai US$61,83 per ton.

Harga Batu Bara Sulit Kembali Berjaya

Ketua Umum Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan kenaikan HBA pada Desember ini belum dapat menjadi acuan untuk menilai pasar secara makro.

HBA merupakan harga yang diperoleh rerata empat indeks pada bulan sebelumnya, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC) dan Platt’s 5900. Masing-masing indeks tersebut memiliki porsi 25%.

“Ini bisa saja diakibatkan oleh satu atau dua shipment pada indeks Globalcoal, tetapi belum dapat menjadi parameter untuk menilai perubahan arah pasar ke depan secara pasti,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (5/12).

Dia memperkirakan harga batu bara pada tahun depan belum dapat meningkat cepat lantaran kondisi ekonomi makro yang diproyeksikan belum stabil. Belum lagi berbagai tekanan dari sejumlah isu lingkungan termasuk ajang UN Climate Change Conference COP 25 di Madrid pada awal pekan ini.

Menurutnya, China masih menjanjikan untuk pasar ekspor Indonesia, kendati kondisinya masih penuh ketidakpastian.

“Demand masih positif, tetapi kembali pertumbuhannya hampir sama seperti 2019. Supply demand masih tight, harga diperkirakan masih rendah tetapi diharapkan sedikit naik,” katanya.

Menurutnya, harga batu bara yang rendah di sepanjang tahun ini telah menekan para pelaku usaha.

Melihat level harga saat ini, katanya, perusahaan yang memiliki kualitas batu bara rendah dengan kalori 3.200 kcal/kg lebih tertekan dibandingkan dengan perusahaan batu bara berkalori 4.200 kcal/kg ke atas. “Ini karena relatif mampu survive meskipun margin kecil,” kata Singgih.

Harga Batu Bara Sulit Kembali Berjaya

TAK BAGUS

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara (APBI) Hendra Sinadia mengatakan perkiraan harga batu bara pada tahun depan tidak lebih bagus dari tahun ini.

Menurutnya, harga batu bara yang rendah membuat pelaku usaha harus memiliki strategi yang baik khususnya untuk mengamankan pasar.

“Jual sedikit rugi untuk maintain pasar. Kalau perusahaannya kecil, mereka pasti memilih cut atau setop produksi karena harga rendah,” kata Hendra.

Kendati demikian, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan prospek batu bara di tahun 2020 masih menjanjikan dan menarik. Pasalnya, permintaan tetap tinggi khususnya untuk pembangkitan listrik. Pasar juga cukup besar di Asia Pasifik dengan dominasi oleh China.

Adapun Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan harga batu bara pada 2020 diperkirakan akan meredup akibat perang dagang yang belum ada kejelasan. Akibatnya, China melakukan isolasi sehingga impor batu bara menurun.

HBA sepanjang tahun ini terus tertekanan. Dikutip dari laman Kementerian ESDM, HBA pada Januari US$92,41 per ton, lalu turun di Februari menjadi US$91,8 per ton. Pada Maret, HBA berada di kisaran US$90,57 per ton, dan turun menjadi US$88,85 per ton pada April.

Pada Mei HBA tercatat US$81,86 per ton dan sedikit menurun di bulan Juni menjadi US$81,84 per ton.

Selanjutnya, pada Juli, HBA semakin tertekan ke level US$71,92 per ton. Pada Agustus, HBA menguat ke level US$72,67 per ton, sedangkan per September, HBA turun ke level US$65,79 per ton dan kembali turun ke level US$64,8 per ton pada Oktober. Namun, pada November HBA berbalik naik menjadi US$66,27 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper