Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah dan Mayoritas Mata Uang Asia Terkerek Prospek Diskusi Dagang AS-China

Nilai tukar rupiah dan mayoritas mata uang di Asia berhasil menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Rabu (12/12/2018), di tengah optimisme membaiknya prospek diskusi dagang AS-China.
Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta, Selasa (9/10/2018)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta, Selasa (9/10/2018)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah dan mayoritas mata uang di Asia berhasil menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Rabu (12/12/2018), di tengah optimisme membaiknya prospek diskusi dagang AS-China.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot rebound dan ditutup terapresiasi 10 poin atau 0,07% di level Rp14.598 per dolar AS, apresiasi pertama dalam tiga hari.

Rupiah mulai rebound dari pelemahannya ketika dibuka terapresiasi 28 poin atau 0,19% di posisi 14.580, setelah berakhir melemah 55 poin atau 0,38% di level Rp14.608 per dolar AS pada perdagangan Selasa (11/12).

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di level Rp14.574 – Rp14.604 per dolar AS.  

Sementara itu, nilai tukar yuan offshore China yang menguat 0,24% terhadap dolar AS memimpin apresiasi di antara mayoritas mata uang di Asia, disusul peso Filipina yang menguat 0,19%.

Hanya nilai tukar rupee India dan yen Jepang yang terpantau melemah masing-masing dengan depresiasi 0,13% dan 0,03% pada pukul 17.54 WIB.

Di sisi lain, indeks dolar AS yang melacak kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau melandai 0,024 poin atau 0,02% ke level 97,364 pada pukul 17.44 WIB.

Pergerakan indeks dolar sebelumnya dibuka di zona merah dengan turun tipis 0,005 poin atau 0,01% di level 97,383, setelah pada perdagangan Selasa (11/12) berakhir menguat 0,17% atau 0,169 poin di posisi 97,388.

Dilansir dari Bloomberg, rupiah menguat bersama dengan mata uang emerging market lainnya di Asia di tengah optimisme bahwa pembebasan CFO Huawei Technologies Meng Wanzhou dari tahanan dapat membantu memperbaiki prospek diskusi perdagangan AS-China.

Pengadilan Kanada akhirnya membebaskan putri pendiri perusahaan Huawei, Meng Wanzhou, dari tahanan dengan uang jaminan. Hakim di pengadilan Vancouver menetapkan Meng dapat keluar dari penjara dengan membayar 10 juta dolar Kanada atau sekitar Rp109 miliar.

Langkah ini dapat membantu menenangkan kemarahan para pejabat China karena penangkapan tersebut. Pada saat yang sama, China dikabarkan sedang mempersiapkan menurunkan tarif menjadi 15% dari saat ini 40% pada impor mobil-mobil buatan AS.

"Beberapa berita positif tentang pembicaraan perdagangan AS-China telah membantu menenangkan keresahan pasar," kata Khoon Goh, kepala riset Asia di ANZ di Singapura.

“[Kabar] China yang menurunkan tarif terhadap impor mobil AS menunjukkan adanya progres, sehingga memicu penguatan yuan dan ini menjalar mata uang lainnya di Asia."

Dalam risetnya, Ahmad Nazmi Idrus, ekonom di RHB Banking Group, memperkirakan nilai tukar rupiah akan diperdagangkan menuju level 14.400 per dolar AS pada akhir 2019.

“Sejauh ini, nilai tukar rupiah sudah dalam posisi yang baik untuk mendapatkan keuntungan dari rebound sentimen aset berisiko, dan kami kira ini akan berlanjut karena Bank Indonesia tetap proaktif dan kekhawatiran atas defisit transaksi berjalan saat ini teratasi," lanjut Ahmad.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah menerangkan bahwa Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi di pasar spot forex pada Selasa (11/12) guna menstabilkan nilai tukar rupiah.

Di tengah tekanan terhadap rupiah akibat faktor global, Bank Indonesia mengerahkan semua amunisi intervensi, mulai dari intervensi dan lelang DNDF, intervensi pasar spot dan pembelian SBN.

Nanang menuturkan pada sesi sore bank sentral membuka lelang DNDF dari pukul 15.30 hingga 16.00 WIB.

"Langkah yang ditempuh Bank Indonesia diperlukan untuk memastikan nilai tukar rupiah tidak melemah terlalu tajam dan keyakinan masyarakat terjaga," papar Nanang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper