Bisnis.com, JAKARTA—Harga emas menguat pada perdagangan akhir pekan seiring dengan pelemahan dolar AS dan buruknya data tenaga kerja. Hal ini membuat ekspektasi kenaikan suku bunga Fed berkurang, sehingga permintaan batu kuning meningkat.
Dikutip dari Bloomberg, harga emas spot naik 11,53 poin atau 0,93% menjadi US$1.249,31 per troy ounce. Emas Comex kontrak teraktif Februari 2019 juga meningkat 9 poin atau 0,72% menjadi US$1.252,60 per troy ounce.
Di sisi lain, indeks dolar AS (DXY) turun 0,31% menjadi 96,514. Pergerakan emas dengan DXY memang kerap berkebalikan dan saling memengaruhi.
Harga emas menguat ke level tertinggi sejak Agustus 2018 karena investor berharap pejabat Federal Reserve akan mengkaji ulang rencana kenaikan suku bunga. Hal ini menyusul buruknya data tenaga kerja November 2018.
“Emas sensitive terhadap perubahan kebijakan moneter,” tutur Mark To, kepala roset Wing Fung Precious Metals di Hongkong, dikutip dari Reuters, Sabtu (8/12/2018).
Menurutnya, jika suku bunga AS benar-benar tidak dinaikkan, harga berpeluang menuju US$1.250—US$1.260 per troy ounce. Sebaliknya, suku bunga yang agresif membuat daya tarik batu kuning berkurang.
Departemen Tenaga Kerja AS merilis tiga data pada akhir pekan ini, yakni pertama, Non Farm Payrolls (NFP) yang meningkat 155.000 pekerja , tetapi di bawah ekspektasi sebesar 200.000 pekerja. Kedua, upah per jam naik 0,2%, di bawah perkiraan 0,3%.
Adapun, ketiga, tingkat pengangguran berkurang menuju 5,6% dari bulan sebelumnya dan ekspektasi ekonom sebesar 5,8%. Secara garis besar, data tenaga kerja AS dinilai kurang apik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel