Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Lunglai, Rupiah Bertahan di Kisaran Level Rp14.200

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membukukan pelemahan pertamanya dalam empat hari perdagangan terakhir, saat harga minyak mentah terus menanjak.
Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta, Selasa (9/10/2018)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta, Selasa (9/10/2018)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membukukan pelemahan pertamanya dalam empat hari perdagangan terakhir, saat harga minyak mentah terus menanjak.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot berakhir terdepresiasi 48 poin atau 0,34% di level Rp14.292 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Selasa (4/12/2018), mematahkan apresiasi yang mampu dialami tiga hari berturut-turut sebelumnya.

Pada perdagangan Senin (3/12), rupiah masih mampu berakhir menguat 58 poin atau 0,41% di level Rp14.244 per dolar AS. Nilai tukar rupiah mulai tergelincir terhadap dolar AS ketika dibuka di level Rp14.323 per dolar AS dengan depresiasi 79 poin atau 0,55% pagi tadi.

Kendati demikian, rupiah berhasil mengikis sebagian pelemahan yang dialami pagi tadi dan ditutup bertahan di kisaran level Rp14.200 per dolar AS. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di level Rp14.278 – Rp14.323 per dolar AS.

Bersama rupiah, nilai tukar rupee India dan peso Filipina juga terpantau melemah terhadap dolar AS masing-masing sebesar 0,16% dan 0,49%.

Sebaliknya, mayoritas mata uang di Asia mampu menguat petang ini, dipimpin yen Jepang dan yuan onshore China yang masing-masing terapresiasi 0,82% dan 0,67% saat dolar AS terus melemah.

Pergerakan indeks dolar AS yang melacak kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau melemah 0,559 poin atau 0,58% ke level 96,481 pada pukul 17.44 WIB.

Sebelumnya indeks dolar dibuka turun 0,093 poin atau 0,10% di level 97,040, setelah pada perdagangan Senin (3/12) berakhir terkoreksi 0,24% atau 0,232 poin di posisi 97,040.

“Meredanya ketegangan perdagangan akan membalik kondisi untuk dolar AS yang memiliki sifat sebagai aset safe haven, dan kita bisa berharap dolar AS untuk melemah terhadap sejumlah mata uang,” ujar Stephen Innes, kepala perdagangan untuk Asia Pacific di Oanda Corp.

Growth currency di Asia seperti won Korea Selatan, dolar Taiwan, baht Thailand, dan dolar Singapura berkinerja lebih baik ketimbang carry currency seperti rupee India, rupiah, dan peso Filipina.”

Dilansir dari Bloomberg, nilai tukar rupiah melemah untuk pertama kalinya dalam empat hari terhadap dolar AS saat harga minyak melanjutkan kenaikannya dan minat investor terhadap aset berisiko tergerus seiring dengan menyurutnya optimisme seputar ‘gencatan senjata’ perdagangan AS dan China.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Januari 2019 lanjut menguat 2,15% atau 1,14 poin ke level US$54,09 per barel di New York Mercantile Exchange pada pukul 17.49 WIB, setelah berakhir melonjak sekitar 4% di posisi 52,95 pada perdagangan Senin (3/12).

Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Februari 2019 menguat sekitar 2% ke level US$62,91 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London, setelah ditutup melonjak 3,75% di level US$61,69 per barel kemarin.

Sementara itu, kesepakatan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di sela-sela pertemuan KTT G20 pada Sabtu (1/12) yang telah memanaskan gairah pasar pada perdagangan Senin (3/12) hari ini menyurut.

Sentimen optimisme dengan cepat menyurut akibat skeptisisme bahwa pemerintah AS dan China dapat menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang mendalam terkait perdagangan dalam waktu 90 hari seperti yang disepakati.

“Beragam pemberitaan mengenai pembicaraan perdagangan AS-China menunjukkan akan ada banyak ketidakpastian dalam 90 hari mendatang,” kata Ken Cheung, pakar strategi senior FX Asia di Mizuho Bank, Hong Kong.

“Namun, pelemahan dolar AS dan ekspektasi untuk kenaikan suku bunga AS yang lebih lambat seharusnya mengurangi tekanan arus modal keluar dan membatasi penurunan untuk mata uang emerging market Asia.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper