Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah menguat untuk pertama kalinya dalam tiga hari terakhir karena Rusia menyatakan kesediaan untuk bergabung dengan Arab Saudi dalam membatasi pasokan global.
Harga minyak West Texas Intermediate untuk kontrak pengiriman Januari menguat 1,16 poin ke level US$51,45 per barel pada perdagangan Kamis (29/11/2018) di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, Brent untuk kontrak Januari, yang berakhir Jumat, menguat 1,28% atau 0,75 poin ke level US$59,51 di bursa ICE Futures Europe London. Patokan global diperdagangkan lebih tinggi US$8,06 dibanding WTI.
Dilansir dari Bloomberg, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan dalam sebuah wawancara di Argentina bahwa Rusia menginginkan lebih banyak prediktabilitas dan "dinamika harga yang mulus" di pasar minyak mentah dunia.
Pernyataan tersebut menyambut KTT G20 di mana Presiden Rusia Vladimir Putin dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman diperkirakan akan membahas pasokan minyak menjelang pertemuan yang lebih luas dari eksportir minyak utama pekan depan.
WTI telah jatuh 21% bulan ini, di jalur pergerakan bulanan terburuk dalam satu dekade terakhir. Tetapi, setelah meluncur di bawah US$50 per barel sebelumnya pada hari Kamis, sejumlah analis melihat pasar telah oversold, ungkap Bart Melek, kepala analis komoditas di TD Securities di Toronto.
Baca Juga
"Minyak mentah di bawah US$50 akan menekan keuangan produsen minyak shale, menunjukkan lintasan produksi ke atas bisa melambat,” ungkap Melek, seperti dikutip Bloomberg
Putin memuji putra mahkota Saudi pada hari Rabu dan mengatakan Moskow siap untuk bekerja sama lebih lanjut. Dia juga mengatakan bahwa minyak mentah sekitar US$60 per barel adalah "seimbang dan adil" dan jauh di atas tingkat yang diperlukan untuk menjaga anggaran pemerintahnya.
Sebaliknya, Arab Saudi membutuhkan minyak lebih dari US$80 per barel untuk menyeimbangkan anggarannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel