Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah menguat dari level penutupannya pada Selasa (27/11/2018) setelah laporan industri AS yang mengisyaratkan cadangan bensin menyusut, meskipun ada ketidakpastian atas pemotongan produksi OPEC.
Minyak mentah West Texas Intermediate untuk Januari menguat 0,9% atau 0,45 poin ke level US$52,08 di New York Mercantile Exchange pada 16.50 waktu New York. Sebelumnya, WTI ditutup turun 0,07 poin atau 0,14% di US$51,56 per barel pada akhir jam perdagangan resmi Selasa.
Sementara itu, Brent untuk pengiriman Januari naik 0,32 poin ke level US$0,80 di bursa ICE Futures Europe London, setelah turun 0,27 poin atau 0,45% di level US$60,21 per barel pada akhir sesi perdagagan resmi. Patokan global ini diperdagangkan lebih tinggi US$ ,85 terhadap WTI.
Dilansir Bloomberg, American Petroleum Institute yang didukung industri mencatat persediaan bensin AS turun 2,6 juta barel pekan lalu, bahkan ketika stok minyak naik untuk 10 pekan berturut-turut.
API juga melaporkan stok minyak mentah naik 3,45 juta barel, jauh di atas kenaikan 700.000 barel yang diprediksi oleh median dalam survei Bloomberg. Angka resmi dari Departemen Energi AS akan dirilis pada hari Rabu.
Persoalan pasokan dan permintaan yang penting akan muncul di hadapan dua pertemuan selama dua pekan ke depan: Pertemuan G20 di Argentina dan KTT OPEC Wina.
Baca Juga
"Pedagang minyak sangat gugup sekarang," kata Phil Flynn, analis pasar senior di Price Futures Group, seperti dikutip Bloomberg “Pasar telah sangat tertekan dan pertanyaan besarnya adalah apakah kita dapat menahan di level US$50? Kita jelas dalam tren penurunan.”
Presiden AS Donald Trump menambahkan kekhawatiran tentang berkurangnya permintaan pada hari sebelumnya, setelah mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa ia kemungkinan akan melanjutkan rencana untuk meningkatkan tarif pada barang senilai US$00 miliar dari China jika pembicaraan dengan Presiden China Xi Jinping gagal mencapai kesepakatan perdagangan.
Sementara itu, keringanan sanksi AS yang tak terduga terhadap Iran, rekor output Arab Saudi, dan meningkatnya ketegangan perdagangan telah mengirim minyak mentah ke pasar bearish.
Sementara Arab Saudi menginginkan pemotongan produksi untuk mendukung harga, pasar penuh dengan pembicaraan bahwa Putra Mahkota Mohammed Bin Salman mungkin tidak dapat menentang seruan Trump agar menurunkan harga setelah Gedung Putih mendukung harga dari Saudi menyusul pembunuhan Jamal Khashoggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel