Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Efek Penurunan Pungutan Ekspor CPO, Perlu Penugasan Khusus untuk Kredit Replanting

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah disarankan untuk mengubah skema replanting yang selama ini bergantung dari Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), menjadi program penugasan khusus kepada bank BUMN dalam bentuk kredit replanting.

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah disarankan untuk mengubah skema replanting yang selama ini bergantung dari Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), menjadi program penugasan khusus kepada bank BUMN dalam bentuk kredit replanting.

Pasalnya, seiring dengan keputusan peniadaan pungutan ekspor crude palm oil (CPO), dipastikan bakal berdampak negatif pada berkurangnya dana yang diperoleh BPDP-KS, sehingga hal ini dikhawatirkan dapat berimbas pada terhambatnya program replanting.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa dengan dinolkannya pungutan CPO, dapat berdampak negatif pada penerimaan dana BPDP-KS.

"Dampak negatifnya memang ke dana BPDP-KS, imbasnya bukan saja untuk biodiesel tapi juga replanting akan terhambat," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (27/11/2018).

Namun demikian, lanjut Bhima, agar keputusan meniadakan sementara pungutan ekspor CPO tersebut agar tidak berimabas pada terhambatnya program replanting, pemerintah disarankan untuk mengubah skema replanting yang ada saat ini.

"Pemerintah bisa merubah skema replanting yang bergantung dari dana BPDP menjadi program penugasan khusus ke bank BUMN dalam bentuk kredit replanting," ujarnya.

Menurutnya, apabila hal tersebut dapat terealisasi, akan banyak yang tertarik meremajakan sawit yang sudah tidak produktif.

"Kalau di switch ke kredit dengan bunga rendah itu, maka banyak yang tertarik meremajakan sawit yang sudah tidak produktif lagi selama ini," ujarnya.

Sebelumnya, Komite Dewan Pengarah BPDP-KS telah memutuskan menurunkan besaran tarif pungutan ekspor CPO beserta turunannya menjadi nol dolar per ton seiring dengan rendahnya harga komoditas itu di pasar internasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper