Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Jepang Tertekan Kebijakan Perdagangan AS

Indeks Topix ditutup melemah 0,14% atau 2,29 poin ke level 1.638,97 setelah bergerak pada kisaran 1.627,92-1.639,49. Indeks sebelumnya dibuka melemah 0,61% ke level 1638,97.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Jepang ditutup melemah pada perdagangan Kamis (15/11/2018) di tengah kekhawatiran terbaru mengenai kebijakan perdagangan AS dan implikasinya terhadap ekonomi global.

Indeks Topix ditutup melemah 0,14% atau 2,29 poin ke level 1.638,97 setelah bergerak pada kisaran 1.627,92-1.639,49. Indeks sebelumnya dibuka melemah 0,61% ke level 1638,97.

Sementara itu, indeks Nikkei 225 ditutup melemah0,2% atau 42,86 poin ke level 21.803,62, setelah dibuka turun 0,81% di posisi 21.670,35.

Emiten perbankan dan produsen elektronik menjadi penekan indeks Topix. Kesepakatan perdagangan baru Presiden Donald Trump dengan Kanada dan Irlandia memerlukan perubahan agar dapat didukung oleh partai Demokrat, menurut Bill Pascrell, seorang anggota partai Demokrat Senior yang bertanggung jawab atas kebijakan di Kongres baru.

Komentarnya tersebut menghidupkan kembali kekhawatiran atas kesepakatan Nafta pada saat negosiasi dengan China masih belum jelas.

"Jika gagal untuk lolos dari Kongres, Trump akan mengambil alih kebijakan yang lebih tinggi," kata Makoto Hattori, pejabat eksekutif di Marusan Securities Co di Tokyo, seperti dikutip Bloomberg.

Jika tidak ada kesepakatan yang keluar dari KTT antara Trump dan Presiden Xi Jinping bulan ini, indeks Nikkei 225 mungkin menguji level rendahnya baru-baru ini di 21.000, katanya.

Sektor perbankan melemah, dengan saham Sumitomo Mitsui Financial Group dan Mitsubishi UFJ Financial Group melemah masing-masing 3,15 dan 3,2% menyusul laporan laba yang menunjukkan bisnis kredit inti mereka tetap lesu, meskipun berada di jalur untuk mencapai target laba tahunan.

"Sulit untuk meningkatkan laba bersih karena efek dari suku bunga negatif," kata Hattori. "Tidak mudah untuk mengambil informasi yang positif tentang keuangan karena kami juga khawatir mengenai perlambatan pertumbuhan ekonomi."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper