Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Dagang Oktober Defisit, IHSG & Rupiah Bertahan Menguat

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan menguat pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Kamis (15/11/2018), pascarilis data neraca perdagangan untuk Oktober 2018.
Pelajar mengamati monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (13/9/2018)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Pelajar mengamati monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (13/9/2018)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan menguat pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Kamis (15/11/2018), pascarilis data neraca perdagangan untuk Oktober 2018.

Berdasarkan data Bloomberg, IHSG menguat 0,83% atau 48,48 poin ke level 5.906,77 pada akhir sesi I, setelah dibuka dengan kenaikan 0,46% atau 26,92 poin di level 5.885,22.

Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak di level 5.880,21 – 5.928,16. Penguatan IHSG berlanjut untuk hari ketiga setelah mengakhiri perdagangan Rabu (14/11) dengan kenaikan 0,4% atau 23,09 poin ke posisi 5.858,29.

Delapan dari sembilan sektor menetap di zona hijau, dipimpin sektor infrastruktur (+2,41%) dan aneka industri (+1,37%). Adapun sektor tambang menetap sendiri di zona merah dengan pelemahan 0,81%.

Sebanyak 180 saham menguat, 157 saham melemah, dan 278 saham stagnan dari 615 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia siang ini.

Saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) dan PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) yang masing-masing naik 3,73% dan 2,31% menjadi penopang utama terhadap penguatan IHSG pada akhir sesi I.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia defisit US$1,82 miliar pada Oktober 2018 seiring dengan arus impor yang kembali meningkat.

Nilai defisit ini disebabkan oleh posisi neraca ekspor yang tercatat sebesar US$15,80 miliar atau lebih rendah dibandingkan nilai neraca impor sebesar sebesar US$17,63 miliar.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto mengungkapkan defisit ini berasal dari defisit migas dengan defisit US$10,7 miliar dari Januari-Oktober.

"Jadi PR besar kita adalah bagaimana menurunkan defisit ini," kata Kecuk, Kamis (15/11). Ke depannya, dia berharap ada kebijakan baru yang menyentuh pada neraca jasa.

Adapun berdasarkan tahun kalender, sepanjang Januari hingga Oktober 2018, neraca perdagangan juga mengalami defisit sebesar US$5,5 miliar. Posisi defisit ini disebabkan oleh posisi defisit di neraca migas sebesar US$10,7 miliar, di mana defisit hasil minyaknya mencapai US$13,21 miliar.

Sementara itu, neraca impor tercatat tumbuh US$17,63 miliar atau naik 20,60% pada Oktober 2018. Peningkatan ini dipicu oleh impor migas meningkat 26,97% menjadi US$2,91 miliar.

Sejalan dengan IHSG, nilai tukar rupiah terpantau lanjut menguat 18 poin atau 0,12% ke level Rp14.769 per dolar AS pada pukul 12.08 WIB.

Mata uang Garuda sebelumnya dibuka dengan penguatan 34 poin atau 0,23% di level Rp14.753 per dolar AS, setelah berakhir terapresiasi 0,12% atau 18 poin di level Rp14.787 per dolar AS pada perdagangan Rabu (14/11).

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp14.743-Rp14.783 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper