Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suku Bunga Lebih Defensif, Saatnya Masuk ke Obligasi Tenor Panjang

AberdeenStandart Investment hari ini, Kamis (15/11/2018) Menggelar diskusi 2019 Market Outlook: Investing in a World of Uncertainty.
Live Timeline

Bisnis.com, JAKARTA – AberdeenStandart Investment hari ini, Kamis (15/11/2018) Menggelar diskusi 2019 Market Outlook: Investing in a World of Uncertainty.

Diskusi mencoba mengitip peta investasi 2019 di tengah kondisi perekonomian yang kian kompleks ketika pertumbuhan ekonomi dan capaian laba memiliki reaksi beragam terhadap fenomena yang ada.

Aberdeen melihat ada beberapa kondisi yang mempengharuhi pasar, yaitu pengetatan keuangan, pelonggaran kebijakan fiskal, penguatan dolar, harga komoditas turun, dan perang dagang.

Untuk menghadapi ketidakpastian itu, tidak ada cara lain selain tetap fokus dengan valuasi,memelihra cash flow dan mencari aset alternatif melalui diversifikasi invetasi.

Berikut Live Report diskusi  2019 Market Outlook: Investing in a World of uncertainty tersebut.

13:22 WIB
Saatnya Melirik Obligasi Tenor Panjang

Head Of Asian Sovereign Aberdeen Kenneth Akintewe (kiri) dan Presiden Direktur PT Aberdeen Standard Investments Indonesia Omar S. Anwar (kanan) dalam 2019 Market Outlook: Investing In A World Of Uncerteinty yang digelar di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Bisnis.com, JAKARTA - Aberdeen Standard Investments menilai saat ini merupakan momentum yang tepat bagi investor untuk masuk ke pasar surat utang, baik obligasi korporasi maupun surat berharga negara.

Head Of Asian Sovereign Aberdeen Kenneth Akintewe menjelaskan pasar obligasi di Indonesia masih sangat menarik meskipun sempat tertekan karena pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan suku bunga.

"Saat ini waktu yang tepat untuk mulai masuk ke obligasi dengan tenor panjang, karena bisa berpotensi menghasilkan yield yang tinggi," kata dia dalam 2019 Market Outlook: Investing In A World of Uncerteinty di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pasar obligasi masih menarik. Di antaranya adalah tren suku bunga yang diprediksi akan lebih defensif pada tahun depan, baik di bank sentral AS maupun di dalam negeri, serta stabilitas pergerakan rupiah.

"Rupiah pada tahun depan akan stabil. Pelemahan nilai tukar sebenarnya juga terjadi di negara emerging market. Jadi kami simpulkan pasar obligasi masih atraktif," imbuhnya.

Di tengah tingginya volatilitas pasar saham, kata dia, pasar surat utang menjadi pilihan menarik bagi investor pasar modal. Sebab, instrumen ini lebih memberikan kepastian dibandingkan pasar saham.

Sementara itu, terkait dengan agenda pilitik lima tahunan pada 2019 menurutnya tidak akan banyak berpengaruh terhadap pasar modal termasuk obligasi. Sebab potensi adanya kegaduhan politik cukup kecil.

Selain itu, kondisi fundamental ekonomi dalam negeri juga cukup kuat sehingga investor tidak perlu khawatit untuk mulai masuk ke Indonesia. "Potensi Indonesia sangat besar, dan pemilu tidak berdampak negatif ke pasar."

12:49 WIB
Ini Sektor Pilihan Aberdeen untuk Tahun Investasi 2019

Bisnis.com, JAKARTA - Sektor finansial dan konsumsi menjadi andalan Aberdeen Asset Management Asia untuk pasar Indonesia pada tahun depan. Kedua sektor tersebut dinilai akan mampu melejit sejalan dengan perbaikan ekonomi nasional yang mengerek daya beli masyarakat.

 "Bank dan finansial secara umum itu cukup menarik, serta sektor konsumsi karena berhubungan langsung dengan belanja masyarakat," kata Senior Investment Manager of Aberdeen Asset Management Asia James Thom dalam 2019 Market Outlook: Investing In A World Of Uncerteinty di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Senior Investment Manager of Aberdeen Asset Management Asia James Thom (kiri) dan Presiden Direktur PT Aberdeen Standard Investments Indonesia Omar S. Anwar (kanan) dalam 2019 Market Outlook: Investing In A World Of Uncerteinty yang digelar di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Tahun ini, kinerja perusahaan di sektor konsumsi memang sedikit terhambat. Namun menurut James pada tahun depan sektor ini akan menjadi primadona dan layak untuk dikoleksi.

Menurutnya, ada potensi pemulihan kinerja kedua sektor itu pada tahun depan. Namun James tidak menyebutkan spesifik saham yang direkomendasikan untuk dibeli pada tahun politik itu. "Kedua sektor itu akan recovery dengan cepat pada 2019," tegasnya.

Selama ini, saham memang menjadi salah satu investasi inti dari Aberdeen. Dari total asset under management (AUM) atau dana kelolaan yang mencapai US$736 miliar, 26% diantaranya ditempatkan pada instrumen berbentuk ekuitas.

Selain saham, perseroan juga menginvestasikan dananya ke fixed income yakni sebesar 25%, cash sebesar 9%, quantitative 12%, real estate 7%, private markets 5%, dan sisanya multi aset.

"Untuk kawasan Asia, pasar sahamnya sangat menantang karena sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal. Misalnya tensi AS-Cina dan kemduain kebijakan dari The Fed," ujarnya.

11:40 WIB
Investor harus Manfaatkan Volatilitas Pasar

Bisnis.com, JAKARTA - Investor disarankan untuk cermat dan mampu memanfaatkan tingginya volatilitas di pasar modal dalam beberapa bulan terakhir.

 Kondisi ini dianggap sebagai momentum terbaik bagi investor dan pengelola aset untuk meningkatkan portofoli investasinya.

 "Ketika ada volatilitas di pasar tentu kesempatan [untuk mendapatkan keuntungan] akan lebih tinggi," kata Dongyue Zhang, Investment Director Aberdeen Asset Management Asia, dalam 2019 Market Outlook: Investing In A World Of Uncerteinty di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Investment Director Aberdeen Asset Management Asia Dongyue Zhang (kiri) dan Presiden Direktur PT Aberdeen Standard Investments Indonesia Omar S. Anwar (kanan) dalam 2019 Market Outlook: Investing In A World Of Uncerteinty yang digelar di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Menurutnya, kunci dari strategi investasi adalah diversifikasi. Artinya, investor ataupun pengelola investasi harus mampu menganalisa portofolio yang menarik untuk dimasuki dalam kondisi tertentu.

Kebijakan diversifikasi yang cukup ketat ini juga diterapkan oleh Aberdeen, terutama untuk pasar di luar Indonesia. Bahkan sekitar 50% dari total aset yang dikelola menggunakan konsep diversifikasi ini.

Namun kondisi berbeda diterapkan di Indonesia, di mana kelas aset yang dimasuki hanya ada dua, yakni efek bersifat utang terutama obligasi yang diterbitkan perusahaan BUMN dan efek bersifat ekuitas alias saham.

"Itu tergantung kondisi dari negara yang ditempatkan. Multi aset itu kami terapkan untuk investor institusi dan investor ritel di luar negeri. Untuk di Indonesia kelas asetnya saham dan obligasi," jelasnya.

11:03 WIB
China Penentu Pasar Global, tapi Indonesia Menantang

Bisnis.com, JAKARTA - China masih akan menjadi kunci dari perkembangan ekonomi global. Namun, Indonesia masih menjadi negara yang menarik untuk dimasuki guna mengelola aset keuangan.

Hal tersebut disampaikan oleh Head Of Global Strategy Aberdeen Standard Investments Andrew Milligan saat memberi paparan dalam 2019 Market Outlook: Investing In A World Of Uncerteinty di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Dia mengatakan, China menjadi kunci karena masih memiliki posisi penting dalam perang dagang dengan Amerika Serikat (AS). Sehingga, kebijakan yang dikeluarkan negara tersebut akan berpengaruh ke pasar modal.

"China masih menjadi kunci karena berkaitan erat dengan engara lain. Tapi ada pendukung pertumbuhan ekonomi global lainnya yakni AS, Eropa, Jepang, serta perkembangan di negara emerging market," kata dia.

Dia menambahkan, industri manajer investasi global telah berhasil menghimpun dana investor mencapai US$100 triliun. Sehingga, fund manager harus menyiapkan berbagai strategi untuk mengantisipasi perkembangan ekonomi dunia.

Sebab, kondisi global akan berpengaruh terhadap portofolio investasi. Adapun untuk Indonesia, menurutnya adalah salah satu negara yang penting untuk diperhatikan.

"Indonesia adalah komponen yang penting untuk kita perhatikan karena Indonesia masih ada Rp60 triliun investasi kami dalam bentuk saham dan obligasi," ujarnya.

Presiden Direktur PT Aberdeen Standard Investments Indonesia Omar S. Anwar menambahkan, kondisi perekonomian Indonesia memang masih cukup kuat dari sisi fundamental. Pemerintah juga telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga stabilitas keuangan.

Namun menurutnya ada faktor yang tidak bisa diantisipasi, yakni keluar masuknya devisa dari pasar modal dalam negeri. "Indonesia kuat, tapi arus devisa tidak ada yang bisa membendung. Apa yang terjadi di pasar uang global akan berpengaruh ke Indonesia," kata dia.

10:25 WIB
LPS: Pasar Modal 2019 Lebih Menarik

Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menegaskan bahwa kondisi pasar modal Indonesia pada tahun depan akan lebih menarik sejalan dengan berkurangnya tekanan dari global.

Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan menjelaskan, ada dua faktor yang menyebabkan kondisi pasar finansial dalam negeri akan kondusif. Yakni faktor konvensional dan nonkonvensional.

Faktor konvensional adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS). Sedangkan faktor nonkonvensional adalah tensi perang dagang antara AS dengan negara lain, terutama China.

Kata dia, IMF telah memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% menjadi 3,7%. Di sisi lain, sejumlah analis pasar global memperkirakan pertumbuhan ekonomu akan berada di kisaran 3,5%.

"Tapi tidak ada satupun yang memprediksi adanya resesi ekonomi seperti 2008 lalu. Kala itu pertumuhan ekonomi negatif. Saat ini meskipun diprediksi turun tapi masih 3,5% minimal," kata dia dalam 2019 Market Outlook: Investing In A World Of Uncerteinty di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan saat menjadi pembicara dalam 2019 Market Outlook: Investing In A World Of Uncerteinty yang digelar di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Sementara itu, dari sisi kenaikan suku bunga, menurutnya AS tidak akan agresif pada tahun depan. Sebab, banyak pihak memproyeksikan inflasi di AS akan turun sehingga kenaikan Fed Fund Rate pada tahun depan lebih terbatas.

Setidaknya, negara tersebut hanya akan menaikkan suku bunga acuan menjadi 3% pada akhir tahun depan. Pada intinya, kata Fauzi, kenaikan suku bunga di AS belum akan memicu kenaikan suku bunga global secara tajam. "Sehingga keadaan investasi sekarang masih jauh lebih baik dibandingkan 2008," sambungnya.

Dia menambahkan, yang perlu diperhatikan oleh pelaku pasar adalah faktor nonkonvensional yakni perang dagang. Jika perang dagang antara AS dan China berkembang, maka akan menjadi perang dagang global yang berdampak buruk pada pasar keuangan dunia.

"Ini yang sulit diprediksi. Tapi jika trade war mereda investor pasti akan kembali masuk dan memeprbesar investasinya di pasar," ujarnya.

Di sisi lain, dia memastikan bahwa fundamental ekonomi nasional masih cukup kuat di mana LPS memprediksi PDB pada 2018 akan berada di kisaran 5,2% dan pada 2019 sebear 5,3%. Adapun inflasi diperkirakan 3,4% pada akhir tahun depan.

10:15 WIB
Aberdeen Boyong Dana Asing Rp60 Triliun ke Pasar Modal Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - PT Aberdeen Standard Investments Indonesia telah memboyong dana asing mencapai Rp60 triliun ke pasar modal Indonesia. Dana tersebtu diinvestasikan di sejumlah instrumen.

Presiden Direktur PT Aberdeen Standard Investments Indonesia Omar Anwar mengatakan, pihaknya telah menginvestasikan dana tersebut ke dalam surat berharga negara (SBN), obligasi yang diterbitkan perusahaan pelat merah, serta pasar saham.

"Paling banyak kami masukkan ke pasar saham Indonesia. Kami suka dengan aset kelas negara emerging market seperti Indonesia," kata dia dalam 2019 Market Outlook: Investing In A World Of Uncerteinty di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Presiden Direktur PT Aberdeen Standard Investments Indonesia Omar S. Anwar dalam 2019 Market Outlook: Investing In A World Of Uncerteinty yang digelar di Jakarta, Kamis (15/11/2018)

Dia menambahkan, di luar Rp60 triliun dana yang diboyong untuk berinvestasi di Tanah Air, perseroan juga memiliki dana kelolaan yang berasal dari investor domestik.

Sampai saat ini, total dana yang berhasil dihimpun di dalam negeri mencapai US$100 juta. "Kami masih empat tahun di Indoensia, tapi kami sudah lama ada di pasar global. Kami hadir di 46 negara dengan klien yang berasal dari 80 negara," ujarnya.

Menurutnya, meskipun masih dilanda ketidakpastian global pasar modal di Indonesia masih cukup kuat. Inilah yang menjadi dasar perseroan untuk terus berupaya memperbesar portofolio investasinya di dalam negeri.


Penulis : Tegar Arief
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper