Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG & Rupiah Terus Melemah Siang Ini

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah hampir 1% pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Senin (12/11/2018), saat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus terdepresiasi.
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (23/8/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (23/8/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah hampir 1% pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Senin (12/11/2018), saat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus terdepresiasi.

Berdasarkan data Bloomberg, IHSG melemah 0,82% atau 47,94 poin ke level 5.826,21 pada akhir sesi I. Padahal, indeks sempat menguat di zona hijau hingga ke level 5.884 setelah dibuka terkoreksi 0,14% atau 8,41 poin di posisi 5.865,74 pagi tadi. 

Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak di level 5.823,03 – 5.884,08.

IHSG memperpanjang pelemahan yang dibukukannya pada perdagangan Jumat (9/11), ketika tergelincir dan berakhir merosot 1,72% atau 102,65 poin di posisi 5.874,15, mematahkan reli selama delapan hari berturut-turut.

Delapan dari sembilan sektor tertekan di zona merah, dipimpin sektor properti (-1,37%), aneka industri (-1,28%), dan finansial (-1,19%). Adapun sektor infrastruktur menetap sendiri di zona hijau dengan kenaikan 0,25% pada akhir sesi I.

Sebanyak 124 saham menguat, 235 saham melemah, dan 256 saham stagnan dari 615 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia siang ini.

Sejumlah saham emiten perbankan, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) masing-masing turun 3,46% dan 3,75% sekaligus menjadi penekan utama terhadap pergerakan IHSG.

Pelemahan IHSG di antaranya dipengaruhi berlanjutnya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Nilai tukar rupiah terpantau lanjut melemah 68 poin atau 0,46% ke level Rp14.746 per dolar AS pada pukul 12.12 WIB.

Mata uang Garuda sebelumnya dibuka dengan pelemahan 85 poin atau 0,58% di posisi Rp14.763 per dolar AS, setelah berakhir terdepresiasi cukup tajam 0,96% atau 139 poin di level Rp14.678 per dolar AS pada perdagangan Jumat (9/11).

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp14.733-Rp14.763 per dolar AS.

Selain itu, defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal III/2018 tercatat meningkat hingga 3,37% terhadap PDB atau senilai US$8,8 miliar, karena terjadi defisit untuk transaksi minyak. Defisit ini melebar dari defisit kuartal II/2018 sebelumnya sebesar US$8,0 miliar atau 3,02% terhadap PDB. 

Binaartha Sekuritas pun memproyeksikan IHSG akan kembali bergerak di zona merah pascaditutup melemah dalam perdagangan akhir pekan kemarin (Jumat, 9/11).

Menurut Analis Muhammad Nafan Aji Gusta, hal itu terlihat dari terlihat pola long black opening marubozu candle yang mengindikasikan adanya potensi pelemahan lanjutan pada pergerakan IHSG sehingga berpeluang menuju ke area support.

Berdasarkan daily pivot dari Bloomberg, support pertama maupun kedua memiliki range di level 5.843,483 hingga 5.812,813. Sementara itu, resistance pertama maupun kedua memiliki range pada 5.920,429 hingga 5.966,705. Berdasarkan indikator, MACD masih berada di area positif, sedangkan Stochastic dan RSI sudah berada di area netral.

Dari luar negeri, indeks saham lainnya di Asia mayoritas juga bergerak di zona merah siang ini, di antaranya indeks FTSE Straits Times Singapura (-0,53%), indeks KLCI Malaysia (-0,31%), indeks SE Thailand (-0,27%), dan indeks PSEi Filipina (-0,18%).

Indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang masing-masing juga turun 0,13% dan 0,03%, indeks Kospi Korea Selatan turun 0,32%, meskipun indeks Shanghai Composite dan CSI 300 China masing-masing menguat 0,69% dan 0,70%.

Secara keseluruhan, bursa Asia bergerak lebih rendah pada perdagangan siang ini saat tanda-tanda lesunya permintaan di China menghidupkan kembali kegelisahan pasar mengenai prospek pertumbuhan global.

Kevin Lai, kepala ekonom untuk Asia ex-Jepang di Daiwa Capital Markets, mengatakan ada kekhawatiran dari perspektif pasar ekuitas tentang pertumbuhan ekonomi China secara umum dan beban utang yang signifikan pada khususnya.

“Tidak mungkin ekonomi benar-benar dapat kembali ke jalur pemulihan yang bagus kecuali mereka [China] benar-benar dapat menekan utang secara signifikan,” menurutnya, seperti dikutip Reuters.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper