Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Beri Kelonggaran Impor Minyak Iran, Harga Komoditas Tergelincir

Harga minyak melanjutkan penurunan setelah sanksi dari Amerika Serikat kepada ekspor minyak Iran dimulai lantaran adanya keringanan bersifat sementara yang diberikan AS kepada sejumlah negara pembeli minyak utama Iran untuk tetap melakukan impor.
Ilustrasi harga minyak mentah turun./Antara
Ilustrasi harga minyak mentah turun./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah dunia melanjutkan penurunan setelah sanksi dari Amerika Serikat untuk ekspor minyak Iran dimulai diiringi dengan keringanan yang bersifat sementara dari Paman Sam kepada sejumlah negara pembeli minyak utama Iran untuk tetap melakukan impor.

Pada perdagangan Senin (5/11/2018) harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tercatat turun 0,29 poin atau 0,46% menjadi US$62,85 per barel

Adapun, harga minyak Brent ikut turun 0,18 poin atau 0,25% menjadi US$72,65 per barel dari penutupan perdagangan Jumat (2/11/2018).

Kedua harga minyak patokan global tersebut sudah mengalami penurunan lebih dari 15% sepanjang Oktober lalu. Sebagian besar penurunan karena banyak hedge fund yang memangkas perkiraan bullish mereka untuk harga minyak ke titik terendah selama setahun.

Pemerintah AS sudah menjatuhkan sanksi terhadap Iran pada Senin (5/11), untuk mengembalikan peraturan yang telah dicabut di bawah kesepakatan nuklir 2015 oleh pemerintah Presiden AS sebelumnya Barrack Obama.

Sanksi itu juga menambah 300 hal yang dikenakan pembatasan termasuk minyak, pengiriman barang, asuransi, dan sektor perbankan.

Direktur di perusahaan konsutan energi India Trifecta Sukrit Vijayakar menuturkan bahwa harga minyak kali ini tertekan oleh pernyataan Pemerintah AS yang memberikan izin keringanan sanksi pada sejumlah negara untuk tetap bisa mengimpor minya Iran.

“Dampak dari sanksi akan sangat mereda karena adanya kelonggaran tersebut,” kata Sukrit, dilansir dari Reuters, Senin (5/11/2018).

Sebelumnya, pihak Washington pada Jumat (2/11) mengatakan akan memberikan kelonggaran sementara kepada delapan negara pengimpor minyak untuk tetap membeli minyak dari Iran. Saat itu, kedelapan negara itu belum disebutkan secara terperinci.

Sejumlah negara itu kemudian disebutkan terdiri atas China, India, Korea Selatan, Turki, Italia, Uni Emirat Arab, dan Jepang merupakan tujuh negara yang menjadi pembeli terbesar minyak Iran. Sedangkan Taiwan yang bukan negara juga merupakan wilayah yang sering melakukan pembelian minyak ke Iran.

Korea Selatan disebut mendapat keringanan untuk sementara melanjutkan impor minyak kondensasi, yang merupakan jenis minyak mentah ringan, dari Iran dan juga melanjutkan transaksi finansial dengan negara anggota Timur Tengah itu.

Jepang masih dalam negosiasi untuk keringanan sanksi dengan AS. Kepala Menteri Kabinet Yoshihide Suga menolak memberikan perincian terkait dengan kemungkinan bentuk kelonggaran sanksi yang diberikan AS dan menyebutkan bahwa sanksi tersebut tidak boleh memberikan dampak bagi perusahaan Jepang.

“Ekspor minyak Iran sudah menunjukkan penurunan secara bertahap. Ekspor tersebut sudah turun hingga lebih dari 1 juta barel per hari pada Oktober, terhitung sejak Mei,” kata Edward Bell, analis Emirates NBD Bank.

Dari sisi permintaan, Bell memperingatkan bahwa konsumsi minyak mentah kemungkinan bisa melambat karena ada potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global, terlihat dari penurunan pendapatan di pengilangan.

“Margin pengilangan minyak yang menurunan bersamaan dengan penurunan harga minyak mentah menunjukkan bahwa permintaan minyak berpotensi ikut turun,” lanjutnya. Selain itu, permintaan yang menurun dibarengi dengan lonjakan produksi.

Produksi gabungan dari sejumlah produsen teratas dunia, dari Rusia, Uni Emirat Arab dan AS, pada Oktober naik ke atas 33 juta barel per hari untuk pertama kalinya, naik 10 juta barel per hari dari 2010.

Di Timur Tengah, Abu Dhabi National Oil Co (ADNOC) berencana meningkatkan kapasitas produksi minyaknya menjadi 4 juta barel per hari pada akhir 2020 dan 5 juta barel per hari pada 2030. Jumlah tersebut akan menjadi lonjakan dari rata-rata produksi saat ini yang hanya lebih dari 3 juta barel per hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper