Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Eagle High Plantations (BWPT) Tertekan Beberapa Faktor Ini

Kinerja emiten perkebunan PT Eagle High Plantations Tbk. (BWPT) masih cenderung tertekan akibat pelemahan harga CPO, penundaan pengiriman, dan terkena imbas nilai tukar.
Perkebunan Sawit BWPT./IST
Perkebunan Sawit BWPT./IST

Bisnis.com, JAKARTA—Kinerja emiten perkebunan PT Eagle High Plantations Tbk. (BWPT) masih cenderung tertekan akibat pelemahan harga CPO, penundaan pengiriman, dan terkena imbas nilai tukar.

Chief Financial Officer Eagle High Plantations Henderi Djunaidi menyampaikan, sampai dengan kuartal III/2018 perseroan menghasilkan tandan buah segar TBS sejumlah 1,27 juta ton, naik 28,86% year-on-year (yoy) dari sebelumnya 982.609 ton. Per September 2018, produksi CPO juga menanjak 26,32% yoy menjadi 277.449 ton dari periode Januari—September 2017 sejumlah 219.645 ton.

“Kendati volume produksi TBS dan CPO naik cukup signifikan, perseroan belum optimal mencatatkan pendapatan yang optimal,” tuturnya.

Per September 2018, BWPT membukukan pendapatan Rp2,36 triliun, naik 5,68% yoy dari sebelumnya Rp2,23 triliun. Belum optimalnya pendapatan disebabkan penurunan harga yang cukup tajam pada kuartal III/2018.

Berdasarkan data perseroan, harga jual CPO pada Juli—September 2018 berada di kisaran Rp6.305—Rp6.900 per kg, turun dari kuartal sebelumnya Rp7.205—Rp7.800 per lg. Bahkan, pada Juli—September 2017, kisaran harga mencapai Rp7.585—Rp7.949 per kg.

Selain itu, perusahaan mengalami penundaan pengiriman penjualan CPO. Alhasil, BWPT memiliki persediaan barang jadi senilai Rp360 miliar. “Diharapkan pengiriman kembali lancar pada kuartal IV/2018,” imbuhnya.

Perseroan juga terimbas pelemahan rupiah terhadap dolar AS sehingga membukukan rugi kurs Rp165,04 miliar per September 2018. Padahal, perusahaan hanya memiliki 20% utang yang berdenominasi greenback.

Per kuartal III/2018, BWPT pun membukukan rugi bersih Rp266,12 miliar, melonjak 101% yoy dari sebelumnya Rp132,39 miliar. Adapun, total liabilitas perusahaan mencapai Rp10,34 triliun, naik dari akhir 2017 sebesar Rp9,93 triliun.

“Diharapkan periode ke depan harga CPO dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat bisa membaik dan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perseroan seiring dengan tren kenaikan volume produksi TBS dan CPO ini,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper