Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Terkulai di Rp15.217, Dolar AS Perkasa Jelang Rilis Data PDB

Nilai tukar rupiah tergelincir dan berakhir melemah pada perdagangan hari ini, Jumat (26/10/2018), saat indeks dolar Amerika Serikat (AS) menguat.
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah tergelincir dan berakhir melemah pada perdagangan hari ini, Jumat (26/10/2018), saat indeks dolar Amerika Serikat (AS) menguat.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot berakhir melemah 29 poin atau 0,19% di level Rp15.217 per dolar AS.

Rupiah mulai tergelincir saat dibuka terdepresiasi 6 poin atau 0,04% di level Rp15.194 pagi tadi. Padahal, pada perdagangan kemarin, Kamis (25/10), rupiah mampu rebound dan ditutup terapresiasi 9 poin atau 0,06% di level Rp15.188 per dolar AS.

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di level Rp15.194 – Rp15.218 per dolar AS.

Mata uang lainnya di Asia mayoritas juga melemah, dipimpin baht Thailand yang terdepresiasi 0,53% pada pukul 18.32 WIB. Sebaliknya, peso Filipina dan yen Jepang masing-masing terapresiasi 0,36% dan 0,33%.

Dilansir Bloomberg, mayoritas mata uang di Asia melemah saat meredanya tekanan akibat penurunan harga minyak mentah diimbangi oleh kegelisahan investor bahwa gejolak dalam pasar saham mungkin belum akan berakhir.

Kinerja mata uang di Asia sebenarnya relatif tangguh pekan ini saat bursa saham global bertumbangan. Baht merupakan satu-satunya mata uang yang telah melemah lebih dari 1% terhadap dolar AS, sedangkan mayoritas mata uang turun sekitar 0,5% atau kurang.

“Saat harga minyak yang lebih rendah telah sedikit menjadi faktor pendukung, hal ini sejalan dengan pelemahan pada pasar ekuitas,” ujar Dushyant Padmanabhan, pakar strategi mata uang di Nomura, seperti dikutip Bloomberg.

Menurut Claudio Piron, co-head Asia foreign-exchange and rates strategy di Bank of America Merrill Lynch, mata uang dan obligasi Asia menunjukkan tanda-tanda stabilisasi terlepas dari gejolak dalam pasar ekuitas global.

Hal tersebut ditopang sejumlah sentimen di antaranya stabilitas yuan China yang relatif, harga minyak yang lebih rendah, dan arus masuk obligasi yang mengimbangi aliran keluar dalam ekuitas.

Turut membebani pergerakan mata uang di Asia, indeks dolar AS yang melacak kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau naik 0,129 poin atau 0,13% ke level 96,808 pada pukul 18.22 WIB.

Indeks dolar sempat tergelincir ke zona merah dengan dibuka turun 0,095 poin atau 0,10% di level 96,584 pagi tadi, setelah pada perdagangan Kamis (25/10) berakhir menguat 0,245 poin atau 0,25% di posisi 96,679.

Indeks dolar bergerak naik saat investor menantikan data pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal III/2018 yang akan dirilis hari ini waktu setempat.

Menurut analis Commerzbank Thu Lan Nguyen, spekulasi bahwa suku bunga AS akan dinaikkan secara lebih agresif dari yang diantisipasi pada tahun depan akan membawa dolar AS menguat terhadap euro.

Namun jika data PDB nanti menunjukkan angka yang lebih rendah dari ekspektasi, investor dapat khawatir tentang momentum pertumbuhan ekonomi dan terhadap rencana pengetatan moneter oleh Federal Reserve AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper