Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas pasar modal mempertahankan target transaksi harian pada tahun depan pada kisaran Rp9 triliun. Target ini sama dengan nilai yang dipatok oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan 2018.
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi menjelaskan, target ini didasarkan oleh tiga faktor. Pertama, asumsi stabilitas ekonomi domestik yang di atas 5%. Kedua, peningkatan jumlah partisipasi dan aktivitas transaksi investor pada tahun depan. Ketiga, meningkatnya jumlah perusahaan tercatat.
"Target ini juga didasari oleh rencana implementasi T+2, adanya layanan pendanaan efek oleh PT Pendanaan Efek Indonesia, serta implementasi program simplikasi pembukaan rekening efek," kata dia di Jakarta, Kamis (25/10/2018).
Dia menambahkan, kondisi ekonomi makro pada tahun depan diproyeksikan masih cukup baik. Bursa memprediksi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2%-5,4% dengan laju inflasi 3,5% ± 1%. Adapun nilai BI 7 day (reverse) repo rate berada pada kisaran 5%-5,5%, rata-rata suku bunga deposito 5,5%-6,5%, dan rata-rata rupiah Rp14.400 per dollar AS.
Terkait dengan implementasi T+2, menurutnya, setiap negara yang mempercepat proses penyelesaian transaksi akan meningkatkan nilai transaksi harian. Australia misalnya, yang setelah menerapkan sistem ini mengalami kenaikan nilai transaksi sebesar 3%. "Negara yang menerapkan T+2 transaksi hariannya naik semua."
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo menambahkan, pada 2 minggu terakhir rata-rata nilai transaksi harian memang menurun. Bahkan, pada pekan lalu sempat menyentuh level Rp6,1 triliun. Namun menurutnya sepanjang tahun berjalan masih cukup positif, yakni di kisaran Rp8,5 triliun.
Dia menjelaskan, implementasi T+2 pada akhir November mendatang akan mempercepat penyelesaian transaksi hingga 30%. Otomatis, kata dia, ini juga akan meningkatkan nilai transaksi harian. "Implementasi T+2 sekarang sudah 80% dan sudah dalam tahap pengujian. Jadi dengan ini transaksi akan meningkat," ujarnya.
Laksono menambahkan, kenaikan transaksi harian pada tahun depan diprediksi akan terjadi setelah terpilihnya pemerintahan baru. Sebab dalam fase ini investor merasa memiliki harapan baru terhadap program yang disiapkan pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel