Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Masih Bertengger di Level 15.075, Analis Menilai Wajar

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup di zona merah dengan pelemahan 0,21% atau 32 poin ke level Rp15.075 per dolar AS setelah bergerak pada kisaran Rp15.065-Rp15.088.
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA — NIlai tukar rupiah melanjutkan pelemahannya pada perdagangan hari ini, Rabu (3/10/2018).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup di zona merah dengan pelemahan 0,21% atau 32 poin ke level Rp15.075 per dolar AS setelah bergerak pada kisaran Rp15.065-Rp15.088.

Mata uang Garuda sebelumnya dibuka dengan pelemahan 22 poin atau 0,15% di level Rp15.065 per dolar AS. Adapun pada perdagangan Selasa (2/10/2018), rupiah berakhir terjerembap 132 poin atau 0,89% di posisi Rp15.043 per dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar AS yang melacak kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau melemah 0,1% atau 0,1 poin ke level 95,407 pada pukul 16.29 WIB.

Sebelumnya indeks dolar dibuka di zona merah dengan turun tipis 0,050 poin atau 0,05% di level 95,457, setelah pada perdagangan Selasa (2/10) berakhir menguat 0,22% atau 0,209 poin di posisi 95,507, kenaikan lima hari beruntun.

Senior Portofolio Manager Equity PT Manulife Asset Management Indonesia Samuel Kesuma mengatakan, Rp15.000 adalah level psikologis yang terakhir kali terjadi pada krisis moneter Indonesia 20 tahun yang lalu.

Hal ini menurutnya menimbulkan trauma tersendiri dan membuat masyarakat cenderung panik. Namun kata dia, perlu dipahami bahwa Rp15,000 per dolar AS saat ini berbeda dengan 1998, terutama jika dilihat dari beberapa indikator makro ekonomi.

"Meskipun secara nominal sama, namun besaran pelemahan rupiah saat ini sangat berbeda dibandingkan 20 tahun lalu. Pada 1998 rupiah sempat terdepresiasi lebih dari 200%, sementara tahun berjalan 2018 rupiah melemah di kisaran 10%-12%," jelasnya dalam riset yang dikutip Bisnis.com, Rabu (3/10/2018).

Perbedaan lain menurutnya adalah dari sisi utang pemerintah, di mana beban saat ini jauh lebih rendah sebesar 32% terhadap PDB, dibandingkan 1998 di kisaran 87,4% terhadap PDB. Selain itu, tingkat inflasi juga berbeda.

Berdasarkan IMF, rata- rata inflasi pada 1998 mencapai 58% dan target inflasi tahun ini di kisaran 2,5%-4,5%. Cadangan devisa juga semakin meningkat, di mana per Juli 2018 mencapai US$118,3 miliar dibandingkan dengan US$19,5 miliar pada bulan yang sama 1998.

"Kami menilai pelemahan saat ini bukan semata-mata disebabkan faktor fundamental domestik, tapi justru sentimen eksternal seperti ekspektasi agresif kenaikan suku bunga The Fed serta kekhawatiran contagion effect krisis ekonomi Turki dan Argentina," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper