Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaku Pasar Berburu Emas Murah, Harga Logam Mulia Terkerek

Harga emas kembali menghijau setelah melemah ke level terendah sehingga memicu pembeli dari pemburu emas berharga murah. Akan tetapi, karena dihargai dengan dolar Amerika Serikat yang tengah menguat membuat harganya tetap mahal.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas kembali menghijau setelah melemah ke level terendah sehingga memicu pembeli dari pemburu emas berharga murah. Akan tetapi, karena dihargai dengan dolar Amerika Serikat yang tengah menguat membuat harganya tetap mahal.

Pada perdagangan Selasa (2/10), harga emas spot naik 1.13 poin atau 0,10% menjadi US$1.190,12 per troy ounce dan mencatatkan penurunan sekitar 8,4% secara year-to-date (ytd).

Adapun, harga emas Comex mengalami penguatan 1,60 poin atau 0,13% menjadi US$1.193,30 per troy ounce dan membukukan penurunan hingga sekitar 9,5% sepanjang 2018 berjalan.

Analis di Julius Baer, Carsten Menke mengungkapkan bahwa sangat jarang emas diperdagangkan menguat bersamaan dengan penguatan dolar AS. Banyak orang ingin membeli emas karena yakin harga di bawah US$1.200 per troy ounce sudah cukup menarik minat beli.

Pada umumnya penguatan dolar AS akan membuat bullion menjadi semakin mahal bagi pengguna mata uang yang melawan dolar AS sehingga meredupkan permintaan.

Sejumlah analis mengatakan bahwa pasar akan berupaya membuat harga emas berada di kisaran saat ini, dengan tidak ada katalis yang harus ditembus dari kedua pihak, dolar AS dan emas.

“Salah satu yang berada di pihak emas adalah harga minyak Brent yang emncapai US$85 per barel dan akan membuat investor beralih menggunakan emas untuk melakukan lindung nilai untuk menghadapi risiko inflasi,” ujar Jonathan Butler, analis Mitsubishi, dikutip dari Bloomberg, Selasa (2/10/2018).

Harga minyak Brent dan West Texas Intermediate (WTI) menyentuh titik tertingginya selama 4 tahun karena pasar tengah bersiap untuk kemungkinan pengetatan pasokan sebagai akibat dari sanksi AS kepada Iran. Emas biasanya menjadi pilihan sebagai aset hedging ketika ada inflasi harga minyak.

Harga emas sudah merosot dalam enam bulan terakhir, kehilangan lebih dari 13% dari puncaknya karena penguatan dolar AS, dengan mata uang Paman Sam itu mendapat keuntungan dari perekonomian AS yang positif, kenaikan suku bunga AS secara berkala, dan kenaikan tensi perang dagang antara AS dan berbagai negara.

Pemain pasar juga mengawasi adanya tanda percepatan laju kenaikan suku bunga dari Kepala Federal Reserve AS Jerome Powell, yang akan berbicara di ‘The Outlook for Employment Inflation’.

“Di pasar emas, tidak ada bukti bahwa kenaikan harga emas membuktikan adanya penguatan harga jangka panjang. Tentu, data ekonomi utama yang memiliki kemampuan untuk menggerakan harga emas selanjutnya adalah akan adanya kemunculan data non-farm payroll [NFP] pada Jumat [5/10],” kata Naeem Aslam, Kepala Analis Think Market UK.

Pada pekan lalu, The Fed kembali menaikkan suku bunga sesuai rencana dan mengatakan akan melanjutkan kenaikan suku bunga hingga empat kali tahun ini dan terus melanjutkan hingga akhir 2019 bahkan ke 2020, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS masih stabil mengingat pasar lapangan kerjanya menguat.

Kenaikan suku bunga bersama dengan rencana kenaikan suku bunga selanjutnya berhasil kembali menguatkan indeks dolar AS keposisi 95,56 sehingga membuat biaya kepemilikan emas kian mahal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper