Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Disarankan Lebih Berani Buy di Emerging Market

Gejolak di pasar negara berkembang pada tahun ini berlangsung lebih lama ketimbang tujuh aksi jual besar-besaran lain yang terjadi sebelumnya—termasuk ketika krisis keuangan dan taper tantrum.

Bisnis.com, JAKARTA – Gejolak di pasar negara berkembang pada tahun ini berlangsung lebih lama ketimbang tujuh aksi jual besar-besaran lain yang terjadi sebelumnya—termasuk ketika krisis keuangan dan taper tantrum.

Adapun untuk tahun ini, aksi jual dalam pasar saham telah berlangsung selama 222 hari, mata uang selama 155 hari, dan obligasi pemerintah lokal selama 240 hari.

Melihat cakupan kerugiannya, beberapa strategis kini menilai gejolak di pasar negara berkembang bukan lagi disebabkan hanya oleh kenaikan suku bunga AS maupun tensi perang dagang, namun lebih kepada krisis keyakinan investor terhadap negara berkembang itu sendiri.

Padahal, trader selama ini cenderung fokus terhadap kerugian yang disebabkan selisih persentase suku bunga. Namun kini, yield telah menjadi perspektif terbatas di dalam faktor yang menggerakkan pasar—maupun untuk potensi pemulihan gejolak pasar keuangan.

Adapun aksi jual yang intens biasanya mengarah kepada rebound yang pendek dan intens, yaitu kondisi yang menenangkan investor dengan rasa aman sejenak. Hal tersebut pun telah terjadi berulang kali di sepanjang 2016 dan 2017.

Akan tetapi, melihat penurunan baru-baru ini, bukan tidak mungkin akan terjadi garis-garis kesalahan (faultlines) yang belum terjadi sebelumnya. Pasalnya, tren penurunan yang mengikuti gerak efek dan kontrak opsi telah memaksa trader untuk mengambil kerugian. Selain itu, kolateral investor pun terkurung  di dalam marjin yang tinggi sehingga investor tidak memiliki ruang untuk mengambil keputusan.

Lamanya aksi jual juga berarti muncul argumen untuk membeli di harga rendah. Hal itu diharapkan dapat mengajak pengelola keuangan agar lebih tenang setelah memberikan perlakuan sama untuk emerging market (aksi jual menular).

Adapun sejatinya emerging market pernah berada di posisi sekarang ini pada 2013 hingga 2015, ketika aksi jual terjadi karena The Fed mengetatkan kebijakan moneter dan perlambatan pertumbuhan di China menghambat rebound.

Perbedaannya kali ini adalah hilangnya ketahanan sementara dari emerging market. Kali ini, situasinya telah berubah menjadi ajang persaingan antara dolar dan segala sesuatu yang berdenominasi dolar AS. Hal itu pun menjelaskan mengapa terjadi penjualan serentak untuk aset safe haven, seperti emas dan aset rentan milik negara berkembang.

“Saran dari ahli investasi bahwa kita akan mendapatkan banyak uang ketika mengambil pandangan yang berbeda adalah benar. Tapi, kondisinya, kita harus benar-benar berani untuk buy di pasar seperti ini,” kata Tony Hann, Pengelola Keuangan di Blackfriars Asset Management Ltd. di London, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (6/9/2018).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper