Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Holcim Indonesia (SMCB) Desak Moratorium Impor dan Pabrik Semen Baru

PT Holcim Indonesia Tbk. mendesak pemberlakukan moratorium impor semen dan pembangunan pabrik baru untuk memperbaiki tren rerata harga jual yang tertekan akibat kelebihan pasokan di dalam negeri.
Holcim Indonesia/Holcim.co.id
Holcim Indonesia/Holcim.co.id

Bisnis.com, JAKARTA— PT Holcim Indonesia Tbk. mendesak pemberlakukan moratorium impor semen dan pembangunan pabrik baru untuk memperbaiki tren rerata harga jual yang tertekan akibat kelebihan pasokan di dalam negeri.

Corporate Secretary dan Legal Affairs Director Holcim Indonesia Farida Helianti Sastrosatomo menjelaskan bahwa rerata harga penjualan atau average selling price (ASP) di pasar semen domestik masih tertekan sampai dengan semester I/2018. Menurutnya, besaran sepanjang tahun ini masih lebih rendah dibandingkan dengan periode 2017.

Sejalan dengan kondisi tersebut, Farida menyarankan agar pemerintah untuk melaksanakan moratorium. Adapun, kebijakan tersebut berlaku untuk impor semen dan pembangunan pabrik baru.

“Impor semen tidak boleh lagi kemudian moratorium pembangunan pabrik baru terutama di wilayah Pulau Jawa. Hal itu yang kami harapkan karena kondisi sudah over kapasitas,” ujarnya di Jakarta, Kamis (23/8/2018).

Di sisi lain, dia menyatakan emiten berkode saham SMCB itu masih membidik pertumbuhan volume penjualan 6% pada 2018. Proyeksi tersebut sejalan dengan target yang dipasang Asosiasi Semen Indonesia (ASI).

“Tahun lalu kami 9 juta ton sampai dengan 10 juta ton. Tahun ini kami harapkan seperti itu [tumbuh 6%],” paparnya.

Presiden Direktur Holcim Indonesia Gary Schutz sebelumnya menjelaskan bahwa tekanan pasar yang terjadi akibat kelebihan pasokan berdampak terhadap turunnya harga jual dalam tiga tahun terakhir. Oleh karena itu, SMCB merespons dengan melakukan penghematan biaya distribusi, produksi, dan lain-lain.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2018, emiten berkode saham SMCB itu mencatatkan pertumbuhan penjualan bersih 2% dari Rp2,15 triliun pada kuartal I/2017 menjadi Rp2,20 triliun. Kendati demikian, perseroan masih membukukan kerugian Rp332 miliar pada periode tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper