Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sanksi AS-Iran & Perlambatan Ekonomi Global Ganggu Harga Minyak

Harga minyak mentah naik-turun, tertekan oleh kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi, tetapi terdorong oleh prediksi dampak sanksi dari amerika Serikat terhadap Iran, yang akan menargetkan sektor minyak Teheran pada November.
Ilustrasi harga minyak mentah turun/Antara
Ilustrasi harga minyak mentah turun/Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak mentah naik-turun, tertekan oleh kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi, tetapi terdorong oleh prediksi dampak sanksi dari amerika Serikat terhadap Iran, yang akan menargetkan sektor minyak Teheran pada November.

Pada perdagangan Senin (20/8), harga minyak Brent kembali menghijau 0,26 poin atau 0,36% menjadi US$72,09 per barel. Adapun, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) terkerek tipis 0,01 poin atau 0,02% menjadi US$65,92 per barel.

Sejumlah pedagang mengatakan bahwa sanksi AS terhadap Iran telah mendorong harga. Pemerintah AS sebelumnya telah meluncurkan sanksi finansial pada Iran, selanjutnya pada November mendatang sanksi itu akan bertambah ke sektor minyak mentah.

Iran memproduksi sekitar 3,65 juta barel per hari pada Juli, membuatnya menduduki peringkat ketiga produsen terbesar Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), di bawah Arab Saudi dan Irak.

Meskipun demikian, sejumlah analis mengatakan bahwa pasar minyak masih akan tertekan oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi global karena perang daganh antara aS dan China, dan karena pelemahan mata uang di sejumlah negara berkembang.

China dan AS akan melakukan pembicaraan terkait dengan perdagangan pada bulan ini, dengan tujuan menyelesaikan aksi saling balas tarif yang mengancam akan merugikan seluruh sektor perdaganhan antara kedua kekuaran ekonomi dunia itu.

Selain Brent dan WTI, minyak mentah Shanghai untuk pengiriman Desember masih tercatat anjlol 3,4% menjadi 488,3 yuan per barel.

"Data industri China yang mengecewakan, bersama dengan kekhawatiran akan perekonomian negara berkembang yang menitikberatkan pada krisis Turki memberatkan harga-harga komoditas," kata Edward Bell, analis komoditas global NBD Bank, dilansir dari Reuters, Senin (20/8/2018).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper