Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Petani Brasil Ganti Tanaman Tebu jadi Kedelai untuk Pasar China

Tahun lalu, sejumlah petani di Brasil meningkatkan penanaman kedelai di ladang yang sebelumnya ditanami tebu.
Mesin pemanen kedelai tengah beroperasi di ladang Brasil/Bloomberg
Mesin pemanen kedelai tengah beroperasi di ladang Brasil/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Tahun lalu, sejumlah petani di Brasil meningkatkan penanaman kedelai di ladang yang sebelumnya ditanami tebu.

Para petani Brasil melihal tren global, termasuk perang dagang antara Amerika – China dan pasar gula yang terus membludak.

Gustavo Lopes, salah satu petani Brasil menghentikan seluruh penanaman tebu dan kontrak pasokannya dengan pabrik gula setempat.

Lopes menanam kedelai di seluruh lahan pertanian miliknya seluas 1.600 hektare di Sao Paulo, keputusan yang membuahkan hasil besar pada awal bulan ini karena pembeli dari China mulai membeli pasokan dengan jumlah yang lebih banyak ke wilayah Amerika Selatan itu, setelah pihak Beijing menjatuhkan tarif ke kedelai AS. Lopes kini dapat menjual kedelainya dengan harga tertinggi.

“Biasanya tidak seperti ini. Pasti ini hasil dari permintaan China,” ujar Lopes, dikutip dari Reuters, Selasa (14/8).

Pergeseran arus perdagangan membuat pertanian di Brasil berubah, memacu petani untuk menyesuaikan diri dengan permintaan dari China.

Pertanian kedelai Brasil telah bertumbuh 2 juta hektare dalam dua tahun, dengan luas keseluruhan sama dengan kota New Jersey. Sementara itu, lahan untuk pertanian tebunya menyusut hingga hampir 400.000 hektare.

Pertumbuhan permintaan daging di China telah mendorong impor kedelai olahan China untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Negeri Panda itu harus membayar US$20,3 miliar pada tahun lalu untuk 53,8 juta ton kedelai Brasil, hampir setengah dari keseluruhan produksi kedelai Brasil, dan naik 22,8 juta ton dari jumlah impor pada 2012.

Tarif baru sebesar 25% pada kedelai AS, yang diluncurkan sebagai balasan dari tarif Trump, diperkirakan akan mendorong ekspor kedelai Brasil hingga menyentuh rekor tertingginya pada tahun ini sejak kontrak kedelainya mulai diperdagangkan.

Ekspor kedelai Brasil ke China melambung hingga mencapai 36 juta ton pada semester I/2018, naik 6% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya. pada Juli, pembelian kedelai dari China naik 46% dari bulan yang sama pada 2017 menjadi 10,2 juta ton.

Ledakan produksi kedelai Brasil membuatnya semakin bersaing dengan AS sebagai produsen kedelai terbesar di dunia, setelah Brasil melampaui ekspor kedelai AS dalam lima tahun terakhir.

Lonjakan produksi kedelai Brasil tersebut telah melemahkan pertanian tebu Brasil, yang sebelumnya telah terguncang karena harga globalnya semakain merosot, menyentuh level terendahnya selama beberapa tahun.

Tarif gula China telah memberikan tekanan pada pasar global bahan pemanis tersebut, seiring dengan rencana China untuk memangkas konsumsi gula untuk masyarakat yang lebih sehat.

“Kami kehilangan 3.000 hektare area pertanian tebu karena diubah menjadi pertanian biji-bijia dalam dua tahun terakhir,” kata Roberto de Rezende Barbosa, Chief Executive Nova America, salah satu pertanian tebu terbesar di Brasil, yang mengelola lahan tebu sebesar 110.000 hektare.

Rezende mengungkapkan bahwa hingga saat ini sudah banyak petani yang mengganti penanaman tebunya menjadi komoditas biji-bijian, hampir di seluruh wilayah tempat kedua jenis tanaman tersebut dapat tumbuh subur.

Pergantian pertanian tersebut dilakukan petani dalam rentang waktu yang cukup cepat sehingga menimbulkan ancaman bagi pabrik gula yang sebelumnya dipasok oleh para petani itu.

Sekitar 60 pabrik gula telah ditutup dalam lima tahun terakhir di wilayah pusat dan selatan Brasil yang didominasi oleh pertanian tebu. Sementara itu, sekitar 270 lainnya masih terus beroperasi, tetapi harus berjuang lebih keras untuk menjaga pasokan gulanya tetap aman.

Agroconsult, perusahaan konsultasi pertanian, melaporkan bahwa pihaknya menerima permintaan dari sejumlah pabrik gula Brasil untuk menghitung premium yang harus dibayarkan para produsen agar mereka tidak perlu beralih menanam biji-bijian.

Douglas Duarte, Direktur pabrik Londra di Itai, Brasil, yang sebelumnya sempat menyewa sebagian lahan milik Lopes, punya rencana untuk menambah kapasitasnya hingga 500.000 ton di pabriknya, tetapi belum memastikan ada pasokan yang cukup untuk diolah.

Dengan para petani yang semakin berfokus pada pertanan biji-bijian, Duarte harus membuat kesepakatan penyewaan lahan dengan sejumlah keluarga yang memiliki lahan tak terpakai dan tidak berminat untuk mengelola lahan tersebut.

Di sejumlah tempat lainnya, penutupan pabrik gula juga telah menciutkan penanaman tebu. Petani Antonio de Moraes Ribeiro Neto tidak lagi menanam tebu sejak tahun lalu setelah pabrik gula yang dipasoknya tutup. Biosev SA, perusahaan gula Brasil yang merupakan anak perusahaan trader komoditas global Louis Dreyfus Co., menutup pabrik gulanya untuk memangkas biaya produksi.

Ribeiro kini telah mengganti 400 hektare lahan tebunya dengan penanaman kedelai, menambah lahan kedelai yang sebelumnya sudah ada seluas 2.000 hektare. Melihat kenaikan tensi perdagangan antara AS dan China, Ribeiro telah membeli dua silo baru, mesin pertanian kedelai, dan pemanen.

Banyak pabrik gula Brasil, yang juga melakukan penanaman untuk memasok sebagian produksi gulanya, menyadari bahwa mereka tidak bisa melawan lonjakan produksi kedelai, dan akhirnya memutuskan untuk menanam kedelainya sendiri sebagai bagian dari strategi perubahan jenis pertanian.

Lahan tebu biasanya harus ditanam ulang setelah lima hingga enam tahun, kemudian pabrik-pabrik akan menggunakan jendela renovasi untuk memproduksi kedelai.

“Dulu, lahan yang digunakan untuk program jendela renovasi akan dibiarkan kosong hingga masa tertentu,” kata Victor Campanelli, Pemilik Agro Pastoril Campanelli. Perusahaanya mengelola penanaman, input, dan peralatan untuk pabrik gula yang juga memproduksi kedelai, dan membagi keuntungan.

Ketika banyak petani mulai bisa meraup banyak keuntungan dari produksi kedelai yang melonjak, beberapa di antaranya masih khawatir karena saat ini Brasil hanya bergantung pada ekspor satu jenis komoditas dan satu pengimpor besar.

“Permintaan dari China itu telah menarik perhatian seluruh petani. Saya harap situasinya tidak cepat berubah, karena kami sudah bertaruh banyak,” ujar Marcos Cesar Brunozzi, salah satu petani di Minas Gerais, Brasil yang sudah mengganti sejumlah lahan pertaniannya dari tebu ke biji-bijian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper