Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tekanan Pasar SUN: Pelemahan Tidak Mencerminkan Fundamental

Pelemahan yang terjadi pada pasar obligasi sepanjang perdagangan Senin (13/8/2018) kemarin tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi fundamental, tetapi memang harus terjadi untuk mengimbangi perkembangan pasar global.

Bisnis.com, JAKARTA—Pelemahan yang terjadi pada pasar obligasi sepanjang perdagangan Senin (13/8/2018) kemarin tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi fundamental, tetapi memang harus terjadi untuk mengimbangi perkembangan pasar global.

Kemarin, yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun berakhir di level 7,93%, meningkat 24 bps dibandingkan dengan penutupan Jumat pekan lalu di 7,69%. Ini merupakan pelemahan terdalam yang terjadi dalam satu hari perdagangan sepanjang tahun ini.

Pelemahan disebabkan karena meningkatnya kekhawatiran investor global terhadap pasar negara berkembang, seiring dengan krisis finansial yang terjadi di Turki akibat perang dagang yang diinisiasikan Amerika Serikat.

Anil Kumar, Fixed Income Analyst Ashmore Asset Management Indonesia, mengatakan bahwa dampak krisis Turki terhadap Indonesia bersifat tidak langsung dari tingginya utangnya pada bank-bank Eropa, dan persepsi investor yang menjadi hati-hati terhadap seluruh emerging market.

Dalam kondisi seperti ini, Anil menilai sudah seharusnya mata uang dan imbal hasil obligasi Indonesia melemah agar tetap memiliki daya tarik bagi investor. Bila tidak, justru akan berbahaya bagi kondisi ekonomi Indonesia, sebab arus investasi masuk menjadi tertahan.

“Pelemahan ini tidak perlu ditakutkan. Sekarang Indonesia belum sakit, baru gejala. Namun, kalau gejolak global berlanjut, lama-lama Indonesia akan sakit juga,” katanya, Senin (13/8/2018).

Anil menilai, koreksi yang terlalu besar di Indonesia menunjukkan pasar terlalu berlebihan menilai situasi yang terjadi. Selain itu, pelemahan juga disebabkan karena adanya aksi profit taking setelah adanya penguatan pasar beberapa hari belakangan ini.

Dhian Karyantono, Analis Fixed Income Mirae Asset Sekuritas, mengatakan bahwa pergerakan yield SUN saat ini tidak mencerminkan kondisi fundamental Indonesia, hanya saja pasar obligasi Indonesia memang sangat rentan terhadap dinamika ekternal.

Keyakinan tersebut didasarkan atas estimasinya bahwa pergerkan yield SUN, khususnya tenor 10 tahun pada bulan ini secara rata-rata diperkirakan berada pada kisaran 7,59%. Posisi yield terkini sudah berlebihan.

Hanya saja, tingginya defisit neraca transaksi berjalan, besarnya kepemilikan SUN oleh asing, dan bergantungnya pembiayaan pada SUN tenor panjang menyebabkan pergerakan yield SUN rentan terhadap sentimen negatif dari global.

Dampak dari krisis Turki mungkin akan lama dan cenderung fluktuatif karena krisis ini diwarnai juga konflik politik antara Turki dan Amerika Serikat.

Di sisi lain, pasar domestik saat ini cenderung minim sentimen positif, seiring proyeksi defisitnya neraca perdagangan Juli yang akan dirilis Rabu pekan ini dan tidak berubahnya suku bunga BI 7 Days Repo Rate pada Kamis.

Menurutnya, posisi harga dan yield SUN menjadi menarik saat ini bagi investor untuk membeli guna memperoleh capital gain dalam jangka pendek.

“Berdasarkan pada perkembangan sasat ini, yield SUN 10 tahun pada minggu ini diperkirakan bergerak pada rentang 7,83% - 7,95%,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper