Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tekanan Eksternal Masih Kuat, Koreksi IHSG Tambah Dalam

Tekanan faktor eksternal yang tidak menguntungkan masih mendominasi sentimen pasar sekaligus menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memperpanjang koreksinya pada perdagangan hari kedua berturut-turut, Selasa (14/8/2018).
Pengunjung melintas di samping papan penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (27/7/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Pengunjung melintas di samping papan penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (27/7/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Tekanan faktor eksternal yang tidak menguntungkan masih mendominasi sentimen pasar sekaligus menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memperpanjang koreksinya pada perdagangan hari kedua berturut-turut, Selasa (14/8/2018).

IHSG ditutup melorot 1,56% atau 91,37 poin di level 5.769,87. Padahal, pergerakan indeks sempat berbalik ke zona hijau hingga menyentuh level 5.890 setelah dibuka turun 0,18% atau 10,53 poin di level 5.850,72. 

Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak fluktuatif pada level 5.744,57 – 5.890,99.

Sektor aneka industri (-3,27%) dan konsumer (-2,83%) memimpin pelemahan delapan dari sembilan sektor pada IHSG. Adapun sektor pertanian berakhir sendirian di zona hijau dengan kenaikan 0,71%.  

Dari 598 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sebanyak 114 saham menguat, 266 saham melemah, dan 218 saham stagnan.

Saham PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) dan saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) yang masing-masing turun 3,31% dan 3,76% menjadi penekan terbesar terhadap pelemahan IHSG hari ini.

Pada perdagangan Senin (13/8), IHSG berakhir anjlok 3,55% atau 215,93 poin di posisi 5.861,25.

Sejalan dengan IHSG, indeks Bisnis 27 melanjutkan pelemahannya dan berakhir merosot 1,97% atau 10,04 poin di level 500,81, setelah ditutup anjlok 4,27% atau 22,81 poin di posisi 510,85 pada Senin (13/8).

Beberapa indeks saham lainnya di Asia Tenggara ikut memerah dengan indeks FTSE Straits Time Singapura (-0,08%), indeks SE Thailand (-0,66%), indeks PSEi Filipina (-1,41%), sedangkan indeks FTSE Malay KLCI berakhir naik tipis 0,02%.

Sementara itu, indeks Topix dan Nikkei 225 berhasil rebound dan berakhir menguat 1,63% dan 2,28% masing-masing, diikuti indeks Kospi Korsel yang rebound dengan kenaikan 0,47%.

Meski demikian, rilis sejumlah indikator ekonomi China yang menunjukkan perlambatan membebani indeks Shanghai Composite dan CSI 300 China masing-masing ditutup turun 0,18% dan 0,51%. Indeks Hang Seng Hong Kong ikut terkoreksi dengan berakhir turun 0,66%.

Dilansir Reuters, pertumbuhan investasi aset tetap melambat lebih dari yang diperkirakan menjadi 5,5% pada selama periode Januari-Juli 2018. Hal ini menyoroti melemahnya permintaan domestik serta goyahnya kepercayaan bisnis.

Penjualan ritel naik 8,8% pada Juli dari tahun sebelumnya, di bawah perkiraan untuk peningkatan sebesar 9,1% serta turun dari raihan sebesar 9% pada Juni.

Adapun produksi industri gagal berakselerasi seperti yang diharapkan, dengan hanya mencatat kenaikan sebesar 6% pada Juli, menurut Biro Statistik Nasional (NBS) China. Raihan ini lebih rendah dari estimasi analis untuk kenaikan 6,3%.

Rilis data tersebut pun sempat menyeret MSCI emerging equities index menyentuh level terendahnya sejak Juli 2017 pada perdagangan hari ini.

“Bahkan apabila krisis keuangan berskala penuh dapat dihindari di Turki, emerging market menghadapi tekanan yang sama seperti sebelumnya, termasuk perang dagang berkelanjutan antara Amerika Serikat dan China,” ujar Piotr Matys, seorang pakar strategi di Rabobank.

Menurut Bharat Joshi, direktur investasi di Aberdeen Standard Investments, pemulihan saham di Indonesia sebagian besar akan didorong sentimen eksternal dan akan bergantung pada seberapa cepat Turki dapat menangani pergolakannya.

“Perusahaan-perusahaan konsumer kemungkinan mengalami tekanan margin dari biaya bahan baku impor yang lebih tinggi akibat pelemahan rupiah,” ujar Boshi, dikutip Bloomberg.

Agus Yanuar, Presiden Direktur di Samuel Aset Manajemen, juga berpendapat bahwa tekanan aksi jual pada saham-saham Indonesia disebabkan faktor eksternal. Kondisi ini disebutnya menjadi peluang baik untuk mengakumulasi saham-saham perusahaan yang memiliki pendapatan dalam dolar AS, seperti perusahaan pertambangan.

Saham-saham penekan IHSG:

 Kode

(%)

HMSP

-3,31

UNVR

-3,76

ASII

-3,87

BMRI

-2,89

Saham-saham pendorong IHSG:

Kode

(%)

BYAN

+15,15

BBCA

+0,75

MAYA

+10,83

FILM

+23,03

Sumber: Bloomberg

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper