Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Kedelai Dunia Masih Tinggi

Permintaan dunia untuk komoditas kedelai Amerika Serikat masih tetap kuat, China juga masih memerlukan kedelai dari AS, meskipun harus dikirimkan dalam jumlah yang lebih sedikit karena adanya perang dagang.
Pekerja melakukan proses pengolahan kedelai/JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pengolahan kedelai/JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan dunia untuk komoditas kedelai Amerika Serikat masih tetap kuat, China juga masih memerlukan kedelai dari AS, meskipun harus dikirimkan dalam jumlah yang lebih sedikit karena adanya perang dagang.

Harga yang terus menurun telah membuat sejumlah petani kehilangan keuntungan dari perdagangan komoditas biji-bijian itu.

Meskipun mendapatkan nada positif dalam sektor permintaan, LSU AgCenter melaporlan bahwa akan terjadi penurunan yang sangat tajam untuk impor kedelai AS ke China jika perang dagang terus berlangsung dan menimbulkan kerugian bagi petani di Louisiana.

“Belum ada tanda perlambatan permintaan global untuk kedelai AS, yang menjadi sentimen positif bagi komoditas itu. Penjualan kedelai di luar China terlihat membaik untuk saat ini,” ujar Mike Deliberto, Ekonom LSU AgCenter, dikutip dari Reuters, Senin (13/8).

Harga kedelai yang semakin melemah sebagai hasil dari tarif yang diberikan oleh China, telah berkontribusi meningkatkan impor kedelai Uni Eropa dari AS.

Namun, Deliberto melanjutkan, harga kedelai yang terus menurun hingga sekitar 20% sejak pertama kali dikenakan tarif pada April lalu, telah menghapuskan keuntungan yang didapat oleh petani kedelai di Louisiana.

Untuk menutup biaya produksi, petani di Louisiana harus menjual hasil tanamannya dengan harga US$7,20 – US$9,27 per bushel, tergantung seberapa besar biaya irigasi. Untuk hasil panen tahun ini, sebagian besar petani masih bisa mengontrak kedelainya sebelum harganya mencapai US$10 per bushel.

“Harga kedelai pasti bisa mencapai US$10 per bushel,” lanjut Deliberto.

Apabila proyeksi dari Departemen Pertanian AS (USDA) benar, hasil panen kedelai AS pada 2018 yang melimpah akan membuat cadangan dan pasokan menjulang, hal itu akan semakin memberatkan harga kedelai.

USDA memproyeksikan harga kedelai akan berkisar di US$7,65 per bushel – US$10,15 per bushel untuk tahun depan, dengan harga US$8,90 per bushel sebagai titik tengah. Perkiraan pasokan dan permintaan dunia untuk Agustus dari USDA menyatakan bahwa hasil produksi kedelai domestik AS akan meningkat seiring dengan kenaikan perkiraan hasil panen.

Stok akhir kedelai diproyeksikan akan naik dari laporan pada Juli dan naik 83% pada periode yang sama pada akhir 2017 – 2018.

Impor kedelai AS dari China mencapai sekitar US$20 miliar secara tahunan, menyerap 60% dari keseluruhan produksi kedelai AS. Sekitar 57% kedelai yang diproduksi di Louisiana dijual ke China. Perang dagang yang semakin lama dipastikan akan menurunkan jumlah impor kedelai China dari AS.

Minat China untuk komoditas kedelai terus meningkat seiring dengan perekonomian masyarakatnya yang terus bertumbuh. Populasi warga yang lebih makmur membuat konsumsi daging bertambah, sehingga meningkatkan permintaan kedelai sebagai bahan pangan untuk hewan ternak.

“Dengan produksi daging babi dan konsumsi daging China yang meningkat, China membutuhkan lebih banyak sumber protein seperti tepung kedelai, bersamaan dengan peningkatan konsumsi tepung kedelai di seluruh dunia,” kata Kurt Guidry, ekonom LSU AgCenter.

Dampak penurunan impor kedelai dari China dapat diringankan oleh pemerintah AS dengan memberikan kompensasi pada petani kedelai AS sebesar US$12 miliar, yang turut diberikan kepada produsen sorgum, gandum, kapas, produk susu, dan daging babi.

Namun, Deliberto menuturkan bahwa dirinya belum yakin tentang alokasi biaya kompensasi tersebut karena perinciannya belum dirilis. Rencana kompensasi tersebut, meliputi pembayaran langsung ke para petani, promosi perdagangan, dan pembelian dari pemerintah jika ada surplus hasil panen, untuk menyingkirkan dampak tarif.

Masih ada kekhawatiran yang dirasakan oleh sejumlah pemangku kebijakan di Washington pada rencana program US$12 miliar tersebut, takut negara lain akan mengajukan aduan ke Organisasi Dagang Dunia (WTO) bahwa Pemerintah AS telah memberikan subsidi palsu pada produsennya.

Aduan tersebut sebelumnya pernah diajukan oleh Brasil terhadap AS pada 2004 yang kemudian menghasilkan perubahan program pertanian kapas dalam tagihan pertanian 2014.

Saat ini, sebenarnya hasil panen Brasil cukup nnesar dan bisa menjadi sumber potensial bagi China, tetapi harga kedelai Brasil premium terhadap kedelai AS hingga US$47 per ton. LSU AgCenter juga melaporkan bahwa infrastruktur di Brasil menyulitkan petani untuk membawa hasil panennya ke pelabuhan untuk dikirim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper