Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Loyo di Rp14.608 Per Dolar AS, Ini Kata Analis

Mata uang rupiah merosot tajam hingga menembus Rp14.600-an per dolar Amerika Serikat. Sejumlah analis menilai pelemahan tersebut disebabkan oleh pasar yang khawatir tersambar masalah krisis di Turki.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang rupiah merosot tajam hingga menembus Rp14.600-an per dolar Amerika Serikat. Sejumlah analis menilai pelemahan tersebut disebabkan oleh pasar yang khawatir tersambar masalah krisis di Turki.

Pada perdagangan Senin (13/8) pukul 16.00 WIB, rupiah ditutup melemah 130 poin atau 0,89% menjadi Rp14.608 per dolar AS. Secara year-to-date(ytd) rupiah tercatat melemah 7,2%. Adapun kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) berada di posis Rp14.583 per dolar AS.

Rupiah menjadi mata uang paling anjlok kedua setelah India yang turun 1,00 poin atau 1,43% menjadi 69,83 rupee per dolar AS dan secara ytd tercatat melemah 8,54%.

Kepala Bidang Riset PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menuturkan bahwa pelemahan rupiah merupakan imbas dari kekhawatiran pasar terhadap krisis mata uang di Turki. Selain itu, account defisit di Indonesia yang diprediksi melebar juga ikut menekan rupiah.

“Karena kekhawatiran pasar akan krisis di Turki, pelaku pasar melarikan asetnya ke aset yang aman [safe haven] seperti dolar AS, yen, dan franc. Tidak hanya rupiah yang melemah, tetapi juga seluruh mata uang emerging markets,” ujar Ariston kepada Bisnis, Senin (13/8/2018).

Menurut catatan Bisnis, data makroekonomi dalam negeri yang disoroti oleh para pelaku pasar adalah terkait dengan data current account pada kuartal II/2018 yang diperkirakan akan mengalami kenaikan defisit dari US$5,5 miliar menjadi US$5,6 miliar sehingga berpotensi memberikan sentimen negatif bagi rupiah.

Ariston menambahkan bahwa krisis yang terjadi di Turki turut menimbulkan kekhawatiran pada negara-negara tetangganya sesama anggota Uni Eropa, sehingga membuat mata uang negara-negara Uni Eropa melemah dan membawa penguatan ke dolar AS.

“Di Indonesia, masih banyak dana asing yang diinvestasikan, hot money, jadi mereka [pelaku pasar] keluar dulu untuk sementara sambil melihat situasi,” kata Ariston, mengacu pada kondisi rupiah terkait dengan krisis mata uang di Turki.

Dari Bank Indonesia (BI), menurut Ariston pada umunya akan menggelontorkan cadangan devisa untuk menopang mata uang garuda agar tidak terus melemah. Adapun, BI kemungkinan akan menaikkan suku bunga dengan pertimbangan kenaikan suku bunga dari bank sentral AS dan pelemahan rupiah yang semakin tajam.

Terkait dengan inflasi, pelemahan rupiah memliki potensi untuk meningkatkan harga barang-barang konsumsi di Indonesia, terutama yang diimpor. Karena dolar AS semakin mahal, barang-barang yang diimpor juga akan menjadi semakin mahal.

Ariston memproyeksikan rupiah akan bergerak di posisi Rp14.570 per dolar AS – Rp14.680 per dolar AS. Apabila kekhawatiran di Turki mereda, Ariston memprediksikan rupiah bisa kembali menguat. Namun fundamental Indonesia yang masih belum membaik masih akan membuka peluang untuk kembali melemah terhadap dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper