Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Tunggu Program Unggulan Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandi

Pelaku pasar masih menunggu program andalan yang akan diusung oleh dua pasangan capres dan cawapres yang akan bertarung dalam pemiihan presiden tahun depan.
Petugas memasang bendera merah putih di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (7/8/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Petugas memasang bendera merah putih di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (7/8/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku pasar masih menunggu program andalan yang akan diusung oleh dua pasangan capres dan cawapres yang akan bertarung dalam pemiihan presiden tahun depan.

Sejauh ini, respon pasar terhadap kandidat pilpres memang terbilang cukup positif. Hal itu terlihat dari pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang pada hari ini berkutat di zona hijau.

"Kita tunggu saja bagaimana program-program yang akan mereka bawa dalam pilpres nanti," kata Octavianus Budiyanto, Presiden Direktur PT Kresna Sekuritas di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (10/8/2018).

Menurutnya, dengan komposisi yang saat ini ada masyarakat dan investor hanya menunggu program yang akan disajikan. Sebab, masyarakat telah mampu berpikir secara rasional, di mana pilihan akan dijatuhkan berdasarkan program yang diusung.

Hal senada disampaikan Direktur PT Sinarmas Sekuritas Fendy Sutanto. Menurutnya, sejauh ini respon yang ditunjukkan oleh pelaku pasar terhadap kandidat yang ada cukup baik.

Kata dia, baik Joko Widodo dan Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto dan Sansiaga Uno merupakan figur yang bisa diterima oleh pasar. Namun yang menjadi pertanyaan adalah kemampuan mereka merealisasikan ekspektasi pelaku pasar.

"Karena semua berharap ekonomi di Indonesia bisa lebih tinggi pertumbuhannya dari yang sudah-sudah selama ini," kata dia.

Analis OCBC Sekuritas Indonesia Liga Maradona mengatakan, investor membutuhkan jaminan keamanan dalam pelaksanaan pilpres tahun depan. Pasar berharap, kegaduhan yang terjadi saat Pilkada DKI beberapa waktu lalu tidak terulang dalam pilpres.

Khusus mengenai program, menurutnya masing-masing pasangan harus mampu bertarung untuk menyajikan gagasan di sektor ekonomi. Sebab, tantangan ke depan masih cukup berat sejalan dengan pesatnya perkembangan negara-negara maju.

"Sepuluh tahun lalu negara maju banyak yang hancur karena krisis. Sekarang sudah pulih dan lima tahun ke depan mereka akan kembali berjaya. Tuntutan kita sebagai negara berkembang adalah mampu mengimbangi," jelasnya.

Selain program, menurutnya ada dua hal lain yang ditunggu oleh pelaku pasar. Pertama terkait komposisi tim sukses, dan kedua figur-figur yang akan menempati kabinet pada pemerintahan mendatang.

Pasalnya, nama-nama yang masuk ke dalam tim sukses dan kabinet akan mencerminkan arah dari kebijakan ekonomi pemerintah. "Termasuk nama-nama yang ada di tim sukses itu juga ditunggu."

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini pilpres akan berjalan dengan lancar. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, pilpres adalah salah satu agenda demokrasi terbesar yang digelar pemerintah.

Menurutnya, keamanan dan stabilitas akan menjadi fokus dari pemerintah selaku penyelenggara. Di sisi lain, dia memastikan pelaku pasar akan mendukung penuh apapun hasil dalam agenda lima tahunan ini.

"Mengenai calon kami dukung supaya nanti buisa memberikan dorongan terhadap pengembangan ekonomi, terutama pasar modal," kata dia.

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi meyakini agenda politik ini tidak akan berdampak pada pergerakan harga saham.x Itu terlihat dari tiga pemilu terakhir.

Dari data BEI, pada Pemilu 2004 silam indeks menunjukkan kenaikan. Kala itu, IHSG mampu tumbuh sebesar 63% dibandingkan 2013.

Adapun pada 2015, pergerakan indeks kembali naik sebesar 45%. Ada pun pada 2009, indeks justru melejit hingga 87% setelah pada tahun sebelumnya terpuruk akibat dampak krisis global. Pergerakan indeks semakin menanjak di mana pada 2010 mengalami kenaikan sebesar 46%.

Sementara itu  pada Pemilu 2014, indeks mencatatkan pertumbuhan sebesar 22% dibandingkan tahun sebelumnya. Hanya saja, pada 2015 indeks terkoreksi sebesar 12% karena adanya krisis di capital market China.

Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan, pihaknya telah mengantisipasi adanya kemungkinan 'dana panas' yang masuk ke pasar modal. Yakni dengan memaksimalkan peran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Sudah ada perangkat PPATK, dan ada juga perangkat hukum misalnya tentang pencucian uang. Infrastruktur ini sudah ada dan tidak hanya dimaksimalkan saat tahun politik saja," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper