Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UKM Prioritas Masuk Bursa Ketimbang Perusahaan Besar Utang & Asing

Bursa Efek Indonesia memilih untuk lebih memprioritasnya perusahaan-perusahaan skala kecil dan menengah untuk terdaftar di bursa dibandingkan meneruskan wacana lama untuk mendorong listing perusahaan dengan utang bank Rp1 triliun atau emiten/perusahaan asing yang memiliki aset atau pendapatan 50% di Indonesia.
Karyawan beraktivitas di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (3/8/2018)./JIBI-Abdullah Azzam
Karyawan beraktivitas di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (3/8/2018)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia memilih untuk lebih memprioritasnya perusahaan-perusahaan skala kecil dan menengah untuk terdaftar di bursa dibandingkan meneruskan wacana lama untuk mendorong listing perusahaan dengan utang bank Rp1 triliun atau emiten/perusahaan asing  yang memiliki aset atau pendapatan 50% di Indonesia.

IGD Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia mengatakan BEI pada prinsipnya ingin mendorong sebanyak mungkin perusahaan dapat masuk di pasar modal. Namun, prioritas saat ini yakni perusahaan skala kecil dan menengah atau UKM.

Nyoman mengatakan BEI akan melakukan lebih banyak pendekatan kepada perusahaan UKM sebab jumlahnya sangat banyak dan masih sangat potensial. Perusahaan-perusahaan ini juga paling membutuhkan dana segar untuk mengembangkan kapasitas bisnisnya.

Lagi pula, BEI sudah dalam proses menyelesaikan papan akselerasi sebagai tempat pencatatan kelompok emiten UKM ini. Papan akselerasi ini melengkapi dua papan di ekosistem primer BEI, yakni papan utama dan papan pengembangan.

“Perusahaan-perusahaan yang utang bank Rp1 triliun itu tetap kita jajaki, tetapi kita lebih banyak prioritaskan ke arah UKM sekarang karena lebih banyk dan bisa kita jembatani mereka melalui papan akselerasi,” katanya, Selasa (7/8/2018).

Selain itu, regulasi bagi pencatatan saham calon emiten UKM juga sudah siap sejak tahun lalu, sehingga saat ini merupakan momentum untuk mendorong kelompok perusahaan ini masuk bursa.

Regulasi yang dimaksud yakni POJK 53/POJK.04/2017 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala Menengah.

Aturan lainnya yakni POJK 54/POJK.04/2017 yang secara khusus mengatur tentang bentuk dan isi prospektusnya. Kedua aturan ini sudah terbit sejak pertengahan Juli 2017 lalu sehingga perlu ditindaklanjuti segera.

Dalam POJK tersebut, perusahaan kategori kecil adalah yang memiliki total aset kurang dari Rp50 miliar, sedangkan kategori menengah memiliki total aset antara Rp50 miliar hingga Rp250 miliar.

Perusahaan tersebut harus merupakan badan usaha Indonesia dan tidak dikendalikan langsung oleh  emiten yang bukan berskala kecil atau menengah, atau perusahaan dengan aset di atas Rp250 miliar.

Selama ini, emiten UKM di bursa tercatat di papan pengembangan yang mensyaratkan calon emiten memiliki aset fisik bersih minimal Rp5 miliar. Papan akselerasi akan menjadi tempat bagi emiten UKM yang masih tahap awal operasi seperti perusahaan-perusahaan yang berbasis sumber daya, seperti perkebunan dan pertambangan mineral serta migas dan belum membukukan keuntungan.

Adapun, wacana bagi perusahaan berutang bank di atas Rp1 triliun untuk listing di bursa diungkapkan oleh direksi BEI pada periode kepengurusan sebelumnya. Wacananya, hal tersebut akan diatur melalui peraturan OJK.

Tito Sulistio, mantan Direktur Utama BEI, mengatakan utang yang besar di bank tentu menunjukkan perusahaan tersebut memiliki rekam jejak dan kinerja yang baik sehingga bisa mendapatkan kepercayaan bank.

Selain itu, utang mereka pada bank sebenarnya secara tidak langsung merupakan utang kepada masyarakat yang menyimpan dana di bank tersebut. Masyarakat sebenarnya berhak mengetahui perusahaan mana yang menggunakan dana mereka di bank.

Oleh karena itu, cukup wajar bila perusahaan-perusahaan seperti ini segera melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering/ IPO di bursa.

Sementara itu, Tito juga mengaku sudah mengantongi 52 perusahaan yang memiliki 50% leibih sumber pendapatan dan aset di Indonesia tetapi justru listing di luar negeri. Perusahaan-perusahaan ini akan diajak untuk dual listing di BEI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper