Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga CPO Tekan Performa Emiten Perkebunan

Ada 18 emiten sektor pertanian yang sudah melaporkan kinerja per Juni 2018. Sektor itu mencakup 4 bagian, yakni palawija atau tanaman pangan (1 emiten), perkebunan (13), perikanan (3), dan kehutanan (1). Dari 18 emiten, hanya 7 yang membukukan kenaikan pendapatan.
Petani memindahkan kelapa sawit hasil panen ke atas truk di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman
Petani memindahkan kelapa sawit hasil panen ke atas truk di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA—Melesunya harga minyak kelapa sawit atau CPO sepanjang semester I/2018 turun menekan kinerja emiten perkebunan. Namun, sejumlah emiten masih optimistis kinerja membaik dalam 6 bulan selanjutnya seiring dengan peningkatan volume produksi.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, ada 18 emiten sektor pertanian yang sudah melaporkan kinerja per Juni 2018. Sektor itu mencakup 4 bagian, yakni palawija atau tanaman pangan (1 emiten), perkebunan (13), perikanan (3), dan kehutanan (1).

Dari 18 emiten, hanya 7 yang membukukan kenaikan pendapatan. PT Jaya Agra Wattie Tbk. (JAWA) membukukan pertumbuhan pendapatan tertinggi pada semester I/2018 sebesar 23,86% year on year (yoy) menjadi Rp354,11 miliar dari sebelumnya Rp285,9 miliar. 

Selanjutnya, pendapatan PT Central Proteina Prima Tbk. (CPRO) naik 21,87% yoy menuju Rp3,87 triliun dari semester I/2017 senilai Rp3,18 triliun.

Adapun, 3 perusahaan berhasil membalikkan posisi menjadi laba bersih dari semester I/2017 yang masih merugi. Ketiganya ialah PT Eagle High Plantations Tbk. (BWPT), CPRO, dan PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk. (BTEK).

Investor Relations Eagle High Plantations Sebastian Sharp mengatakan, membaiknya kinerja perseroan didukung peningkatan produktivitas tanaman. Pada Januari--Juni 2018, total produksi tandan buah segar atau TBS perseroan  mencapai 697.056 ton, naik 11,88% yoy dari semester I/2017 sejumlah 623.046 ton.

Mulai Mei 2018, produksi TBS bulanan perseroan stabil di atas 160.000 ton. Pada semester I/2018, produksi CPO perusahaan mencapai 155.763 ton, tumbuh 13,32% yoy dari sebelumnya 137.453 ton. 

"Kami berada di dalam tren produksi yang meningkat. Pada Juli 2018, volume produksi TBS mencapai rekor tertinggi baru perusahaan, yakni sejumlah 185.000 ton," tuturnya dalam surat elektronik kepada Bisnis, Rabu (1/8/2018).

Adapun, rekor tertinggi produksi bulanan BWPT terjadi pada November 2016, yakni 178.579 ton TBS.

Direktur Keuangan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJT) Lucas Kurniawan menyampaikan, pada semester I/2018 produksi CPO tumbuh 28,15% yoymenjadi 111.949 ton dari semester I/2017 sebesar 87.360 ton. 

"Kenaikan produksi disebabkan faktor cuaca yang mendukung  dan kebun Kalimantan Barat yang masih berusia muda sehingga trend produksi naik," tuturnya.

Lucas menyampaikan, kendati volume produksi dan penjualan mengalami peningkatan, rata-rata harga jual atau average selling price (ASP) CPO pada semester I/2018 turun 10,1% yoy menjadi US$570 per ton dari sebelumnya US$634 per ton. Pasalnya, harga minyak sawit global juga mengalami tekanan karena pelemahan permintaan.

Sampai akhir 2018, dia optimistis kinerja operasional ANJT diperkirakan masih akan bertumbuh dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan membaiknya cuaca.

Head of Investor Relations PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) Rudy Limardjo menyampaikan, peningkatan pendapatan perseroan ditopang oleh kenaikan kinerja operasional. Produksi CPO pada semester I/2018 naik 13,9% yoy menjadi 868.000 ton dari sebelumnya 762.000 ton. 
 
“Produksi TBS inti dan plasma meningkat, yang kemudian meningkatkan produksi CPO,” ujarnya.

Namun demikian, rata-rata harga penjualan CPO turun 8% yoy menjadi Rp7.893 per kilo gram (kg). Hal ini membuat laba perseroan melesu.

Untuk meningkatkan pendapatan dan laba pada semester II/2018, sambung Rudy, perseroan tetap berupaya memacu produktivitas. Di sisi lain, AALI akan melakukan efisiensi secara optimal.

Analis Panin Sekuritas Cheria Widjaja menyampaikan, kinerja emiten perkebunan sebetulnya membaik mulai kuartal II/2018 seiring dengan kondisi cuaca yang lebih kondusif. Sayangnya, harga CPO global sedang mengalami tekanan.

“Kami pun menurunkan estimasi rata-rata harga CPO global pada 2018 menjadi 2.225 ringgit per ton, dari estimasi sebelumnya 2.600 ringgit per ton,” paparnya dalam riset, Selasa (31/7/2018).

Dia memerkirakan, produksi TBS dan penjualan CPO emiten kebun pada semester II/2018 berpotensi meningkat sehingga mendorong kinerja emiten. Saham kebun pilihannya ialah LSIP dengan target harga Rp1.310.

Dua saham lain yang masuk ke dalam riset Panin ialah AALI dan SIMP dengan rekomendasi hold. Target harga masing-masing ialah Rp13.900 dan Rp550.

Analis senior PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan menyampaikan, dua saham kebun favoritnya ialah SGRO dan SSMS dengan target harga masing-masing Rp2.950 dan Rp1.800. 

Adapun, dua saham lainnya hanya mendapatkan rekomendasi trading buy, yakni LSIP dengan target harga Rp1.150, dan AALI dengan target RP12.500.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper